Mengapa putusan MK jadi kabar gembira masyarakat adat di hutan?


Bokum dan istrinya, Nawate, merupakan anggota suku asli OHongana Manyawa, di Halmahera Timur, Maluku Utara. Bokum punya pesan sederhana untuk para penambang nikel yang mengancam hutan tempat tinggalnya: "Ini tanah kami".

Sumber gambar, AFP via Getty Images

Keterangan gambar, Bokum dan istrinya, Nawate, merupakan anggota suku asli OHongana Manyawa, di Halmahera Timur, Maluku Utara. Bokum punya pesan sederhana untuk para penambang nikel yang mengancam hutan tempat tinggalnya: “Ini tanah kami”.

Masyarakat adat yang hidup turun temurun di dalam hutan kini sudah bisa “bernapas lega” mengelola lahan untuk kebutuhan hidup.

Sebelumnya mereka khawatir, karena selama ini setiap pengelola hutan—termasuk perorangan—wajib meminta izin berusaha. Perorangan ini dapat ditafsirkan pada masyarakat adat yang tinggal di hutan secara turun temurun.

Akibatnya, mereka masuk sebagai salah satu sasaran Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) untuk dikenakan denda administrasi serta lahannya dikuasai negara, menurut lembaga lingkungan.

Namun, Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (16/10), membatalkan klausul yang terdapat dalam Undang Undang Cipta Kerja ini.





listgameindo.site

Left Ad Left Ad Left Ad Left Ad Left Ad Left Ad Left Ad Left Ad Left Ad Left Ad Left Ad Left Ad
Right Ad Right Ad Right Ad Right Ad Right Ad Right Ad Right Ad Right Ad Right Ad Right Ad Right Ad Right Ad