Bersepeda dari Inggris ke Australia, singgah di Indonesia – Menapaki jejak sang ayah 40 tahun lalu
Jamie Hargreaves telah mengayuh sepeda lebih dari 30.000 km demi mengulang perjalanan sang ayah yang bersepeda dari Inggris ke Australia 40 tahun lalu.
Akhir Oktober ini, Jamie tiba di Jakarta. Kami berkesempatan mewawancarai pemuda berusia 24 tahun asal Derby, Inggris itu, di sela-sela petualangannya selama lebih dari satu tahun belakangan.
Indonesia adalah negara terakhir yang ia singgahi, sebelum terbang menuju Derby, Australia.
Dalam perjalanannya, dia mendatangi tempat-tempat yang pernah disinggahi ayahnya dan berfoto di tempat yang sama.
“Ada rasa yang aneh ketika saya berdiri di tempat yang sama seperti ayah saya, 40 tahun lalu dan beberapa pemandangan telah berubah secara dramatis,” ujarnya.
Tidak ada alasan khusus ketika Jamie memutuskan menapaki perjalanan sang ayah, Phil Hargreaves.
“Saya dibesarkan dengan cerita-cerita ayah saya sejak kecil, dia selalu bercerita tentang petualangannya ketika bersepeda keliling dunia,” ungkap Jamie.
Sumber gambar, Jamie Hargreaves
Sumber gambar, Jamie Hargreaves
Khusus di Jakarta, kata Jamie, “situasinya lebih ramai dan lalu lintasnya sangat kacau.”
Kondisi tersebut tidak seperti yang ayahnya tunjukkan dalam foto, ketika Jakarta masih terlihat lebih lengang
Sebelumnya, Jamie merencanakan bersepeda dari Batam, menyeberang ke Sumatra. Namun tidak bisa ia lakukan karena persyaratan visa.
Selain Jakarta, Jamie juga memotret sejumlah tempat yang ayahnya pernah singgahi. Meski beberapa rute harus disesuaikan, karena keadaan dunia kini sudah berubah.
Pada 1985, ayahnya bisa melintasi Iran. Namun, kini Jamie harus mengatur rute alternatif, karena dalam saran perjalanan pemerintah Kerajaan Bersatu (UK), warga UK dilarang menempuh perjalanan ke Iran lantaran risiko penangkapan, interogasi atau penahanan.
“Jadi, saya harus pergi dari Georgia, melewati Rusia, ke Uzbekistan, Kazakhstan, dam Afghanistan,” jelas Jamie.
Sumber gambar, Jamie Hargreaves
Namun, ada secuil bagian dari dunia ini yang tidak berubah.
“Keramahan orang-orang tidak berubah sama sekali, dunia adalah tempat yang jauh lebih baik dan bersahabat dari yang kita bayangkan,” kata Jamie.
Jamie merasakan kehangatan komunitas Muslim di negara-negara yang ia singgahi, mulai dari Turki, Malaysia, hingga Indonesia.
Bahkan sejumlah masjid mengizinkan dirinya beristirahat dan membasuh badan dari peluh hasil gowes ratusan kilometer setiap harinya.
“Keramahan mereka seperti menjadi hal yang lazim di dalam komunitasnya.”
Sumber gambar, Jamie Hargreaves
Pembaruan potret manusia dan kota untuk sang ayah
Perjalanan berjarak empat dekade itu menjadi semacam versi terbaru dari foto-foto yang dibuat Phil, ayah Jamie.
Jamie menemukan orang yang sama, seperti yang ada di dalam foto sang ayah di Belgia.
“Ketika saya menemukan rumah tempat ayah saya berfoto, lalu mengetuk pintu rumahnya dan tidak ada jawaban, saya kemudian mengetuk pintu rumah tetangganya. Ternyata orang itu adalah anak yang pernah ayah saya gendong di dalam foto [40 tahun lalu],” jelas Jamie.
Sumber gambar, Jamie Hargreaves
Setibanya di Malaysia hingga Singapura, Jamie menemukan perubahan lanskap kota yang berubah cukup signifikan.
“Sebelumnya tidak ada bagunan di belakangnya, kini menjulang tinggi gedung-gedung pencakar langit,” tambah Jamie.
Sumber gambar, Phil Hargreaves
Sumber gambar, Jamie Hargreaves
Sumber gambar, Jamie Hargreaves
Sumber gambar, Phil Hargreaves
Sumber gambar, Jamie Hargreaves
Dalam perjalanannya itu, Jamie kerap menghubungi ayahnya, menceritakan tempat-tempat yang kini berubah.
“Itu menarik bagi ayah saya, karena dalam ingatannya, dia masih melihat semua pemandangan itu dengan cara yang sama seperti sebelumnya.”
Petualangan ala bikepackers
Secara fisik, Jamie mengaku tidak ada persiapan khusus ketika memulai petualangannya. Namun, sepanjang hidupnya dia sudah terbiasa dengan beragam aktivitas fisik.
Hanya saja, persiapan teknisnya harus matang. Ia telah merencanakan bikepacking semenjak kecil, termasuk memperhitungkan risiko yang dapat menyebabkan anggarannya bengkak. Mulai dari membangun tenda sendiri pada jeda istirahat dalam perjalanan, menumpang istirahat di masjid, sampai menginap di hostel.
Dia berharap pengeluarannya tidak lebih dari £5.000 (sekitar Rp110 juta).
Sumber gambar, Jamie Hargreaves
Salah satu kesulitan yang ia temui adalah ketika harus menyeberangi perbatasan India dan Pakistan.
Dari Lahore, Pakistan, menuju Amritsar, India, sejatinya hanya berjarak 40 km.
Namun, perjalanan itu tidak bisa ia lakukan dengan bersepeda karena perlu mendapatkan visa dalam bentuk kertas.
“Jadi saya harus mendapatkan visa elektronik untuk ke India, yang hanya berlaku untuk perjalanan udara dan laut pada kedatangan pertama,” jelas Jamie.
Akhirnya dia meninggalkan sepedanya di Lahore, Pakistan, lalu terbang ke India.
Jamie harus naik pesawat ke Dubai dari Pakistan dan terbang ke India.
“Lalu saya bisa menyeberangi perbatasan, kembali ke Lahore, Pakistan, mengambil sepeda,” kata Jamie sambil mengingat momen yang ia sebut “mimpi buruk”.
Sejauh ini, perjalanan yang ia tempuh telah melebihi anggaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Meski demikian, Jamie mengaku mendapat banyak donasi di media sosial, dan menyiapkan dana cadangan yang telah ia tabung sejak kecil.
Media sosial dan mudahnya telekomunikasi zaman sekarang menjadi pembeda signifikan dengan perjalanan yang dilakukan sang ayah.
Bahkan Jamie, membagikan pengalamannya di akun media sosialnya dan menyematkan tautan donasi di dalamnya.
Tubuh terasa ‘remuk’, sepeda rusak
Jamie mengalami kecelakaan berkali-kali ketika bersepeda sehingga perlu waktu untuk memperbaiki sepedanya yang sudah berumur 45 tahun.
Di beberapa tempat seperti di Austria, dia sempat terjatuh sehingga bahu dan tangannya cedera. Di Laos, tangannya patah, bahkan sempat bersepeda dengan tangan yang digips menyusuri jalan di Vietnam.
Tantangan lain yang ia harus pahami adalah ketika menyusuri pegunungan di Montenegro.
“Saya harus menyeberangi pegunungan di sebuah celah seperti jalan setapak yang jaraknya sekitar 100 km,” kata Jamie.
Dia menggambarkan jalan itu berbatu, dan warga setempat sempat mengingatkan untuk tidak melewati jalan yang dimaksud.
Hujan dan petir datang bergantian ketika dia menyusuri jalan itu, pegunungan yang dingin dan basah menguji mentalnya.
“Saya terjebak dalam situasi itu dan berpikir mengapa saya tidak mendengarkan peringatan warga? Saya berpikir, untuk apa saya ada di sini?”
Namun, Jamie bisa melewati situasi itu.
Sumber gambar, Phil Hargreaves
Sumber gambar, Jamie Hargreaves
Ketika tiba di Jakarta, dia mengaku kondisinya cukup baik. Meski masih lelah.
“Terutama saat melewati Himalaya, perjalanan itu cukup berat,” tambah Jamie.
Setelah itu dia juga harus berhadapan dengan cuaca panas dan lembap ala Asia Tenggara.
Kombinasi dari semua itu “tubuh saya terasa remuk.”
Awal pekan November 2025, Jamie melanjutkan perjalanannya menuju Bromo, Jawa Timur, menyeberang ke Bali, dan kemudian terbang ke Australia. Anda bisa mengikuti perjalanan Jamie, di akun media sosialnya.
Produksi video oleh: Silvano Hajid dan Andra Anhar.
 
					 
		 
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                