Sumber gambar, Getty Images/Bonfanti Diego
-
- Penulis, Molly Gorman
- Peranan, BBC Future
Pertanyaan mengenai urutan kelahiran memengaruhi kepribadian seseorang telah menjadi topik diskusi dan perdebatan selama bertahun-tahun. Namun, buktinya tidak sesederhana yang Anda bayangkan.
Sebagai putri sulung dari dua bersaudara, saya sering mengidentifikasi diri dengan sifat-sifat yang secara stereotipe dikaitkan dengan anak pertama, yakni bertanggung jawab, teliti, dan perfeksionis.
Ibu saya juga putri tertua, dan memiliki sifat-sifat tersebut.
Adik perempuan saya, di sisi lain, sedikit lebih riang—meskipun kami tumbuh di rumah yang sama dengan orang tua yang sama, kepribadian kami cukup berbeda.
Saya bertanya-tanya apakah perbedaan itu mungkin disebabkan oleh urutan kelahiran kami—adakah bukti ilmiah yang mendukung gagasan bahwa menjadi anak tertua, anak bungsu, atau anak tunggal, membentuk siapa diri kita, dan bagaimana kita menjalani hidup?
Misteri ratusan tahun
Meskipun telah memikat komunitas ilmiah dan publik selama lebih dari 100 tahun, pertanyaan tentang apakah urutan kelahiran membentuk kepribadian masih sering diperdebatkan.
Selama itu pula, beragam penelitian yang dilakukan tentang hal ini, menghasilkan temuan yang tidak konsisten.
Rodica Damian, seorang profesor psikologi di University of Houston, Texas, AS, menjelaskan bahwa penelitian sebelumnya seringkali menggunakan ukuran sampel yang kecil.
Selain itu, karena tes kepribadian kerap dilaporkan secara pribadi, hasil tes tersebut kemungkinan bias.
Sumber gambar, Getty Images/Oscar Wong
Studi terbaru menunjukkan sejumlah variabel yang membuat penelitian mengenai urutan kelahiran tidak bisa ditetapkan secara sistematis, atau dengan kata lain urutan tersebut memengaruhi setiap orang dengan cara yang sama.
Jumlah total saudara kandung dapat menjadi faktor, misalnya: dinamika keluarga dua bersaudara diperkirakan berbeda dibandingkan dengan tujuh bersaudara.
Menjadi anak tertua atau termuda dalam keluarga dengan jumlah berbeda, akan memberikan pengalaman yang berlainan, dan tidak dapat dibandingkan secara langsung.
Di sisi lain, ukuran keluarga dan pengalaman menjadi anak dalam keluarga mana pun dapat berkaitan dengan banyak faktor lain, seperti status sosial ekonomi.
Contohnya, keluarga dengan status sosial ekonomi yang lebih tinggi cenderung memiliki lebih sedikit anak.
Selain itu, ada juga faktor usia dan jenis kelamin seseorang, yang dapat memengaruhi pengalaman mereka di dalam dan di luar keluarga.
Sumber gambar, Getty Images/Fly View Productions
Dalam konteks ini, para peneliti belum bisa menyimpulkan bahwa urutan kelahiran memiliki dampak yang konsisten dan universal terhadap kepribadian seseorang.
Namun, bukan berarti urutan kelahiran tidak relevan.
Urutan kelahiran bisa berperan besar dalam keluarga atau budaya tertentu.
“Saya pikir banyak orang memiliki keyakinan yang agak ketinggalan zaman, atau yang tidak pernah didukung dengan baik sejak awal,” kata Julia Rohrer, peneliti kepribadian di Universitas Leipzig di Jerman.
“Misalnya, ‘sindrom putri sulung’ adalah satu hal yang banyak dibahas—tentu saja, perempuan seringkali masih memiliki peran yang berbeda dan diharapkan untuk memberikan lebih banyak perhatian,” katanya.
Dengan kata lain, tidak semua putri sulung akan bersikap bertanggung jawab dan peduli.
Tetapi bagi sebagian orang, gagasan tentang “sindrom putri sulung” mungkin terasa benar karena mereka memang tumbuh besar dengan harus mengasuh adik-adik dan merasa pengalaman itu membentuk mereka.
Sumber gambar, Getty Images/twinsterphoto
Namun, studi ini mengonfirmasi temuan sebelumnya tentang dampak urutan kelahiran pada satu sifat spesifik, yakni kecerdasan.
Kecerdasan adalah fenomena yang kompleks dan studi ini hanya mengukurnya dalam bentuk kinerja pada tes kecerdasan, baik yang dilakukan secara kolektif ataupun pribadi.
“Kami mengonfirmasi efek bahwa anak sulung mendapat skor lebih tinggi pada kecerdasan yang diukur secara objektif dan juga menemukan efek serupa pada kecerdasan yang dilaporkan sendiri,” tulis Rohrer dan rekan-rekannya dalam studi tersebut.
Penelitian sebelumnya telah mendokumentasikan bahwa kinerja dalam tes kecerdasan “sedikit menurun dari anak sulung ke anak yang lahir setelahnya”.
Mengenai urutan kelahiran dan ciri-ciri kepribadian lainnya, Rohrer mengatakan refleksi pengalaman seseorang tetap bermakna, meskipun tidak ada pola universal.
“Hal itu akhirnya menjadi sebuah label dan Anda dapat menemukan orang lain yang tumbuh dalam situasi serupa sehingga bisa bertukar pengalaman, dan sebagainya,” ujarnya.
Dia juga menambahkan tidak ada yang salah dengan istilah “sindrom anak perempuan tertua”.
“Selama Anda tidak berasumsi bahwa pengalaman ini bersifat universal,” ujarnya.
Sumber gambar, Getty Images/kohei_hara
Damian sependapat: “Meskipun kita tidak menemukan perbedaan kepribadian yang sistematis, bukan berarti tidak ada proses sosial dalam setiap keluarga atau dalam setiap budaya yang dapat membentuk hasil yang berbeda berdasarkan urutan kelahiran.”
Misalnya, Kerajaan Bersatu (United Kingdom/UK) memiliki budaya primogenitur yang secara historis lebih mengutamakan laki-laki.
Hal ini berarti anak laki-laki tertua akan menjadi yang pertama dalam antrean pewaris kekayaan atau gelar keluarga.
Baru pada 2013, dengan disahkannya Undang-Undang Suksesi Tahta, hak primogenitur dalam monarki berakhir, menghapuskan kekuasaan pewaris laki-laki untuk menggantikan hak putri sulung atas takhta.
Namun, gagasan primogenitur ternyata tersebar luas dan terus berlanjut.
Dalam serial Succession, drama komedi satir HBO tentang perjuangan sebuah keluarga untuk menguasai kerajaan media, seorang tokoh berteriak, “Aku anak laki-laki tertua!” di akhir cerita.
Ia meyakini posisi kelahirannya seharusnya memberinya hak untuk mengambil alih posisi CEO ayahnya.
“Jika praktik sosial didasarkan pada urutan kelahiran, maka ya, urutan kelahiran akan memengaruhi hasil Anda,” kata Damian.
Sumber gambar, Getty Images
Usia hanyalah angka?
Pengalaman yang berkaitan dengan usia, dapat dengan mudah disalahartikan sebagai ciri kepribadian atau perilaku yang dipengaruhi oleh urutan kelahiran, jelas para peneliti.
Ambil contoh stereotipe saudara yang lebih tua umumnya “lebih bertanggung jawab”.
“Seiring bertambahnya usia, orang menjadi lebih bertanggung jawab, lebih mampu mengendalikan diri,” kata Damian.
“Anak sulung akan selalu lebih tua daripada yang lahir setelahnya, dan saat Anda mengamati pertumbuhan mereka, anak sulung akan selalu lebih bertanggung jawab.”
Selain itu, Damian menambahkan, orang menjadi lebih sadar diri seiring bertambahnya usia.
“Jadi, anak kedua mungkin tampak lebih mudah bergaul dan tidak terlalu stres, karena anak berusia 10 tahun jauh lebih bahagia dan percaya diri dibandingkan dengan anak berusia 14 tahun yang mulai puber,” jelas Damian.
“Itu karena mereka memiliki tantangan yang berbeda.”
Faktor-faktor seperti lingkaran pertemanan anak-anak juga penting.
Dengan kata lain, seorang anak yang lebih tua bisa lebih sering melanggar aturan tergantung pada orang-orang di sekitarnya.
Sumber gambar, Getty Images/Dicky Bisinglasi
Kakak selalu lebih cerdas?
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, satu temuan konsisten yang muncul dalam penelitian urutan kelahiran adalah hubungan antara urutan kelahiran dan kecerdasan.
Anak sulung rata-rata memiliki sifat-sifat yang berkaitan dengan kecerdasan sedikit lebih tinggi dibandingkan anak yang lebih muda.
“[Hubungan kecerdasan] sebagian besar muncul dalam hasil tes kecerdasan verbal, dan pengaruhnya sangat kecil,” kata Damian, yang menyebut skor tes bisa juga dipengaruhi beragam faktor, termasuk suasana hati dan durasi tidur.
Hal ini juga dapat dijelaskan oleh stimulasi kognitif di tahun-tahun awal kehidupan.
Damian menunjukkan bahwa semakin banyak orang dewasa per anak dalam sebuah keluarga, semakin besar pula paparan mereka terhadap bahasa dan kosakata yang matang.
Sumber gambar, Getty Images/Alfian Widiantono
“Jadi, bukan berarti mereka lebih pintar secara genetik atau memiliki lebih banyak potensi—melainkan lebih karena mereka memiliki skor IQ verbal yang lebih tinggi dalam tes yang mungkin disebabkan oleh pengetahuan mereka yang lebih banyak, karena lebih banyak orang dewasa dibandingkan anak-anak yang berbicara kepada mereka,” katanya.
“Dengan dua anak, mungkin sebagian waktu membaca dihabiskan untuk mengelola interaksi antarsaudara sehingga masukan verbal sedikit berkurang.”
Ada juga dugaan ketika kakak mengajari adik, mereka menggunakan “lebih banyak sumber daya kognitif”.
Di Indonesia, saudara kandung yang lahir belakangan cenderung memiliki peluang pendidikan yang lebih baik daripada kakak mereka.
Hal itu kemungkinan terjadi karena kendala keuangan, yang baru berkurang ketika kakak mulai berkontribusi pada pendapatan keluarga.
Sumber gambar, Getty Images/Iqbal Nuril Anwar
Namun Damian menemukan sebaliknya.
Dalam studi longitudinalnya, yang mengamati sampel siswa SMA di AS pada 1960 dan kemudian peserta yang sama 60 tahun kemudian, anak sulung justru memiliki karier yang lebih kreatif.
Anak tunggal yang ‘egois’?
Anak tunggal seringkali dianggap lebih egois dibanding anak yang lahir dengan saudara kandung, konon karena mereka tidak perlu bersaing untuk mendapatkan perhatian orang tua.
Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa hal ini tidak benar, dan tumbuh besar tanpa saudara kandung tidak menyebabkan peningkatan keegoisan atau narsisme.
Penelitian lain menunjukkan bahwa perilaku sosial anak tunggal dibandingkan dengan anak yang memiliki saudara kandung, tidak selalu bisa dikategorikan sebagai “manja” atau “tertutup”, dan “mungkin berubah seiring bertambahnya usia”.
Sumber gambar, Getty Images/Eriko Koga
Penelitian urutan kelahiran biasanya tidak memasukkan anak tunggal dengan alasan mereka tidak dapat dibandingkan secara adil dengan anak-anak yang tumbuh besar dengan saudara kandung.
Namun, menurut makalah tahun 2025 yang ditulis Michael Ashton, seorang profesor psikologi di Universitas Brock, Kanada, dan Kibeom Lee, seorang profesor psikologi di Universitas Calgary, Kanada, adalah mungkin untuk membandingkan ciri-ciri kepribadian anak dengan saudara kandung dan anak tunggal.
Studi mereka menyajikan beberapa hasil baru dan menarik.
Penelitian ini mempelajari hubungan antara kepribadian, urutan kelahiran, dan jumlah saudara kandung pada 700.000 orang dewasa dalam satu sampel dan lebih dari 70.000 orang dewasa dalam sampel terpisah.
Anak tengah dan anak bungsu memiliki rata-rata skor “Kejujuran-Kerendahan Hati” dan “Keramahan” yang lebih tinggi dibandingkan anak sulung.
Sumber gambar, Getty Images
Artinya, orang dengan skor tinggi cenderung tidak memanipulasi orang lain, melanggar aturan, atau merasa berhak.
Sementara, orang dengan skor rendah mungkin lebih cenderung melanggar aturan dan mungkin merasa sangat penting.
Pada skala keramahan, orang dengan skor tinggi cenderung pemaaf, netral dalam menilai orang lain, berwatak tenang, dan bersedia berkompromi.
Di sisi lain, orang dengan skor rendah mungkin menyimpan dendam, keras kepala, cepat marah, dan kerap mengkritik orang lain.
“Perbedaan-perbedaan ini tidak terlalu signifikan, terutama ketika perbandingannya melibatkan orang-orang dari keluarga dengan jumlah anak yang sama,” ujar Ashton dan Lee melalui surel.
“Sebaliknya, perbedaan dimensi-dimensi ini antara orang-orang dari keluarga dengan satu anak atau anak tunggal, dan orang-orang dari keluarga dengan enam anak atau jauh lebih besar, berada di antara ukuran yang oleh para ilmuwan sosial disebut ‘kecil’ dan ‘sedang’.”
Sumber gambar, Getty Images
Jadi, saya bertanya, apakah pengaruh urutan kelahiran hanyalah teori zombi—sebuah konsep yang salah tetapi tak kunjung mati? Rohrer tidak setuju.
“Saya tidak yakin apakah saya akan menyebutnya teori zombi,” katanya.
“Dari perspektif ilmiah, saya pikir literatur berkembang cukup produktif.”
Jadi, suatu hari nanti, kita mungkin akan mendapatkan jawaban yang lebih jelas tentang apa artinya menjadi anak perempuan tertua.
Sampai saat itu tiba, saya akan terus membiarkan adik perempuan saya percaya bahwa saya secara inheren lebih pintar darinya.