Sumber gambar, ANTARA FOTO
Kepolisian menangkap enam orang yang mereka tuduh terlibat sindikat penjualan bayi berkedok adopsi. Dalam operasi aparat, keberangkatan dua bayi ke Singapura disebut dapat dicegah.
Kedua bayi berusia lima bulan dan 10 bulan itu ditemukan polisi di Marau, Kalimantan Barat, bersama seorang tersangka berinisial TSH, 27 Juli lalu.
Dua bayi berjenis kelamin laki-laki dan perempuan itu dibawa oleh tersangka selama bersembunyi dari kejaran polisi.
“Bayi ini dibawa-bawa selama tersangka kabur. Tadinya di Pontianak, dibawa ke Ketapang, dan terakhir di Marau,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Kombes Surawan, di Bandung, Selasa (29/07).
“Sewaktu tersangka mendengar pelaku-pelaku pertama ditangkap, mereka berusaha bersembunyi, berpindah-pindah dengan bayinya,” ujar Surawan.
Polisi kemudian membawa dua bayi tersebut ke Rumah Sakit Sartika Asih di Kota Bandung, untuk pemeriksaan kesehatan.
“Selanjutnya mungkin akan kami titipkan sementara di panti asuhan,” ujar Surawan, sebagaimana dilaporkan wartawan Yulia Saputra untuk BBC News Indonesia.
Selain menangkap TSH yang dituduh membawa dua bayi, polisi menangkap lima tersangka lainnya, berinisial KR, DI, DA, FL, dan ML. Mereka ditangkap di lokasi berbeda, yakni di Marau, Pontianak, dan Kutubaru, Kalimantan Barat.
Apa peran para terduga pelaku dan bagaimana kaitan dengan sindikat perdagangan bayi?
Enam tersangka tersebut dituduh menjadi bagian sindikat perdagangan bayi, yang 14 anggotanya sudah lebih dulu ditangkap pertengahan Juli silam.
Menurut klaim polisi, peran enam tersangka yang semuanya perempuan itu beragam. Ada yang menjadi pengasuh hingga menjadi ibu palsu dalam proses adopsi di Singapura, kata Surawan.
Sumber gambar, ANTARA FOTO/Novrian Arbi
Dari enam tersangka, polisi hanya membawa empat orang tersangka di tahanan Mapolda Jabar.
“Dua tersangka lagi tidak dilakukan penahanan karena kondisinya hamil. Mereka dikenakan wajib lapor ke Polda Kalbar,” ucap Surawan.
Polisi masih mengejar dua tersangka lain yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), yakni Wiwit yang dituding berperan sebagai perantara dan Yuyun Yuningsih alias Mama Yuyun yang dituduh berperan sebagai perekrut bayi.
Berapa total bayi yang dicegah berangkat ke Singapura?
Pada 14 Juli lalu, polisi menemukan enam bayi, yang rata-rata berusia satu tahun. Jumlah bayi yang diselamatkan bertambah dua orang pada 27 Juli.
Total terdapat delapan bayi yang disebut polisi dapat mereka cegah dijual ke pembeli.
Para tersangka, kata Surawan, berkata setidaknya telah menjual 25 bayi ke sejumlah daerah di Indonesia. Dari jumlah itu, 15 bayi berusia antara 5-14 bulan sudah dikirim ke Singapura dengan dalih adopsi, klaim Surawan.
Polisi belum bisa memastikan, apakah dua bayi terakhir yang mereka temukan termasuk dalam bayi-bayi asal Jawa Barat yang direkrut tersangka AF.
“Kami lakukan pemeriksaan ke belakang dengan tersangka yang lain untuk bisa mendapatkan keterangan lebih lanjut tentang asal-usul bayi ini,” ujar Surawan.
Di mana orang tua para bayi yang diperdagangkan?
Keberadaan 25 orang tua bayi yang diperdagangkan masih misteri. Polisi membuat klaim baru mendapat keterangan dari satu orang tua bayi yang pertama kali melaporkan kasus penculikan anaknya. Laporan ini menjadi awal terungkapnya sindikat perdagangan bayi ini.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Polisi Surawan, menyebut pihaknya sulit menelusuri keberadaan orang tua bayi lantaran tersangka perekrut bayi, AF, “tidak kooperatif”.
Surawan membuat klaim telah menyita akun Facebook milik AF, yang diduga digunakan untuk berhubungan dengan orang tua yang berniat memberikan anaknya untuk diadopsi.
“Nanti dari Facebook ini mudah-mudahan kami mendapatkan identitas ibu-ibu para bayi. Nanti kami lakukan pemeriksaan akun Facebook-nya. Sekarang sudah kami lakukan penyitaan,” kata Surawan.
Bagaimana transaksi adopsi terjadi?
Kombes Surawan menyebut transaksi adopsi bayi terjadi di Singapura antara agen di Indonesia, bernama Popo, dengan agen di Singapura. Dia bilang, pencairan uang terjadi setelah Popo mengirim bayi ke Singapura.
Sumber gambar, ANTARA FOTO/Novrian Arbi/tom.
Popo, kata Surawan, adalah perempuan lansia berusia 69 tahun yang merupakan residivis kasus serupa di Jakarta Utara.
“Bayi dia tawarkan lewat video call. Kalau yang di Singapura oke, lalu bayi itu diberangkatkan bayi ke Pontianak ke bagian pembuatan dokumen-dokumen. Kemudian dikirim ke Singapura,” kata Surawan.
“Kalau keterangan dari Popo, agensi dia sudah terhubung dengan agensi di sana. Kami lagi cek agensi di sana resmi atau tidaknya,” ujar Surawan.
Apa yang dilakukan polisi selanjutnya?
Polisi masih mengejar dua tersangka lain yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Polisi berjanji menggali dan mengembangkan kasus ini, termasuk menelusuri jaringan sindikat perdagangan bayi di Singapura.
Polisi juga berkata akan mempelajari berbagai dokumen yang mereka sita dari rumah Popo, antara lain paspor bayi, paspor orang tua palsu, dan akta adopsi dari notaris.
“Kami masih mempelajari dokumen-dokumen yang kami dapat, terutama akta notaris yang kami dapatkan dari penggeledahan,” ujar Surawan.
“Ada 12 akta yang kami temukan, itu merupakan akta adopsi bayi-bayi ini. Kami juga mendapatkan rekening-rekening pelaku yang nanti kami pelajari,” beber Surawan.
Dalam akta adopsi berbahasa Inggris yang dibuat notaris di Pontianak, klaim Surawan, tercantum sejumlah biaya, antara lain biaya persalinan, perawatan bayi, dan fee untuk agensi Indonesia. Total nominal yang tertulis di akta itu lebih dari S$20.000 atau sekitar Rp256 juta.
“Kami sedang pelajari sistem adopsi di Singapura. Kalau adopsi kan bukan jual beli. Tetapi kami cek dari dokumen aktanya, berapa nilai kompensasi yang diberikan kepada sindikatnya. Selintas itu dilihat ada fee untuk agen Indonesia,” kata Surawan
“Kami lihat mens rea (niat jahat). Dengan diberikan kompensasi itu, apakah termasuk jual beli atau tidak,” ujar Surawan.
Wartawan Yulia Saputra di Bandung berkontribusi untuk artikel ini.