Sumber gambar, Detikcom/Suparno
Setidaknya tiga santri meninggal dunia dan puluhan lainnya luka-luka akibat robohnya bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, pada Senin (29/09) sekitar pukul 15.00 WIB.
Berdasarkan data yang dihimpun hingga Selasa (30/9) pukul 08.00 WIB, total ada 98 santri menjadi korban luka-luka dalam peristiwa ini. Para korban dirawat di tiga rumah sakit, yaitu RSUD Sidoarjo, RSI Siti Hajar, dan RS Delta Surya.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan tim gabungan masih melakukan pencarian terhadap 38 orang yang dilaporkan belum ditemukan dan diduga terjebak dalam reruntuhan.
Sumber gambar, SAR Surabaya
Kepala Kantor SAR Kelas A Surabaya, Nanang Sigit, meyakini masih terdapat santri yang berada di dalam reruntuhan dengan kondisi hidup.
“Kami meyakini bahwa masih ada yang bisa selamat. Dan yang terakhir ini justru kami masih bisa berkomunikasi ya,” kata Nanang kepada awak media sebagaimana dikutip Kompas.com, Selasa (30/09).
Pagi tadi, kata Nanang, petugas masih bisa berkomunikasi dengan salah satu korban yang berada di dalam reruntuhan.
“Ada satu yang masih bisa berkomunikasi kemudian kami suplai oksigen dan juga kami suplai minuman dan makanan,” ungkapnya.
Bagaimana kronologi kejadian?
BNPB menyebutkan kejadian berawal ketika proses pengecoran lantai tiga pondok pesantren.
Saat pelaksanaan salat Asar berjamaah pada pukul 15.00 WIB, menurut BNPB, tiang pondasi diduga tidak mampu menahan beban pengecoran sehingga bangunan runtuh hingga ke lantai dasar.
Peristiwa yang terjadi mendadak ini menyebabkan puluhan santri dan pekerja tertimpa material bangunan.
Muhammad Rijalul Qoib (13), merupakan salah satu penyintas kejadian itu.
Santri asal Sampang itu menjelaskan detik-detik bangunan ambruk.
“Awalnya kan ada truk ngecor, mau ngecor yang paling atas. Enggak diisi setengah dulu, langsung full. Iya, pas langsung jatuh, gitu. Yang paling parah itu di (bagian) tengah,” ujar Rijalul, dilansir detikJatim, Selasa (30/09).
Sumber gambar, Basarnas
Pelajar kelas VII MTS itu mengatakan bahwa hanya lantai pertama yang ditempati oleh para santri untuk salat Asar ketika bangunan ambruk. Ia menyebut saat itu ada ratusan santri.
“Banyak, ratusan orang mungkin yang mau salat. Saat itu saya dengar ada suara batu yang jatuh. Terus tambah lama, tambah banter (kencang) suaranya,” katanya.
Ketika peristiwa terjadi, Rijalul langsung berlari keluar. Nahas saat itu ia sempat tertimpa reruntuhan atap.
“Itu, saya mau lari (dari musala) terus atap itu kena muka saya,” ungkapnya.
Ia berhasil selamat karena melewati celah untuk keluar dari reruntuhan. Saat itu, ada orang yang turut membantunya keluar dengan menunjuk arah.
Sumber gambar, ANTARA FOTO
Sofa adalah penyintas lainnya. Dia mengaku sedang menjalankan ibadah salat Asar ketika bangunan roboh.
Saat itu, menurut Sofa, banyak santri sempat menyelamatkan diri. Meski demikian, dia menduga masih banyak santri yang terjebak di dalam reruntuhan.
“Ada yang tidak selamat, ada yang meninggal juga, ada yang terjepit, ini masih dalam evakuasi yang masih terjepit di dalam,” ucap Sofa kepada Kompas.com.
Menurut laporan Kompas TV, tim SAR kesulitan menjangkau korban dalam reruntuhan sehingga evakuasi dilakukan tanpa alat berat. Sebab, struktur bangunan dikhawatirkan akan roboh lagi sehingga pencarian dilakukan secara manual.
Pencarian ini juga melibatkan ahli struktur bangunan.
Setidaknya, ada 55 institusi yang dilibatkan dalam pencarian korban ambruknya Ponpes Al Khoziny tersebut.
Pembangunan diduga tidak memiliki IMB
Pengasuh Ponpes Al Khoziny, KH R Abdus Salam Mujib, angkat bicara soal peristiwa ambruknya bangunan tiga lantai di pondoknya.
Menurutnya, pembangunan sudah berjalan antara sembilan hingga 10 bulan.
Bagian bawah bangunan difungsikan untuk musala dan lantai atas bakal difungsikan untuk hall atau pusat kegiatan santri.
Namun, ada dugaan pembangunan tersebut tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Sumber gambar, ANTARA FOTO
Dugaan tersebut disampaikan Bupati Sidoarjo Subandi. Menurutnya, pengelola belum mengurus izin saat mendirikan bangunan.
“Perizinan belum ada,” kata Subandi kepada KompasTV.
“Ini bangunan melanjutkan. Saya lihat, saya tanyakan izin-izinnya semua enggak ada,” lanjutnya.
Ia menyebut bangunan tersebut ambruk saat tengah dilakukan proses pengecoran di lantai tiga.
“Tadi ngecor lantai tiga, akhirnya dengan konstruksinya tidak standar, akhirnya tidak mampu akhirnya semua roboh,” ujarnya.
Dia tak menampik banyak pondok pesantren yang mengesampingkan ihwal perizinan saat membangun bangunan.
“Banyak pondok itu kadang bangun masjid, pondok, kadang dia tidak mengurus IMBnya dulu langsung dibangun, baru selesai ini izin-izin baru selesai,” ungkapnya.
“Mestinya sebelum dibangun izin-izin, termasuk IMB. Ini harusnya dikerjakan dulu biarkan dulu agar konstruksi sesuai standar,” ujarnya.
Artikel ini akan diperbarui secara berkala.
 
					 
		 
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                