Sumber gambar, ANTARA FOTO
Lebih dari 200 titik api terpantau kembali muncul di sejumlah area konsesi berbagai perusahaan yang pernah terbakar sebelumnya. Karhutla yang berulang menjadi bukti impunitas negara terhadap korporasi pembakar hutan, menurut pegiat lingkungan.
Warga di Sumatra dan Kalimantan yang diwawancarai BBC News Indonesia mengaku kesal atas kebakaran hutan dan lahan yang terus berulang serta meminta pemerintah serius menangani masalah ini.
Pemerintah Indonesia mengklaim akan menindak perusahaan yang membuka lahan dengan cara membakar hutan. Hal itu ditunjukkan Kementerian Lingkungan Hidup dengan menyegel salah satu petak lahan konsesi yang ditengarai sebagai sumber kebakaran di Kalimantan Barat baru-baru ini.
Namun, lembaga swadaya masyarakat Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) pesimistis pemerintah mampu bersikap tegas menuntaskan masalah ini.
Walhi mencatat setidaknya 20.788 titik api (hotspot) di sejumlah daerah di Indonesia sepanjang Juli. Sebanyak 231 di antaranya berada di lahan konsesi milik perusahaan yang pernah terbakar sebelumnya.
Bagaimana penuturan masyarakat yang terdampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di sejumlah daerah?
Kesaksian masyarakat terdampak karhutla di Riau: ‘Kesal berulang begini’
Warga di sejumlah daerah mengaku kesal atas karhutla yang terus berulang.
Salah satunya Fauziah, warga Kabupaten Siak di Provinsi Riau. Dia meminta pemerintah serius membenahi masalah karhutla.
“Kesal berulang begini,” ujarnya kepada BBC News Indonesia.
Sejak Januari hingga 22 Juli, Pemerintah Provinsi Riau mencatat 82 titik api di Kabupaten Siak.
Pada 21 Juli kabupaten yang berjarak sekitar 90 kilometer ke Kota Pekanbaru juga sempat dilanda kabut asap.
Empat tahun lalu, Siak sempat pula dilanda kabut asap parah yang memaksa warganya harus mengenakan masker saat berkegiatan di luar rumah.
Namun, terang Fauzia, kondisi kali ini tidak separah 2021.
Sumber gambar, ANTARA FOTO
Walhi Riau mencatat sekitar 1.000 hektare hutan dan lahan di Riau telah terbakar sejak Januari hingga Juli 2025, dengan total 310 titik api level tinggi yang tersebar di sembilan kabupaten/kota.
Direktur Walhi Riau, Jerry Even Sembering, mengatakan titik api tercatat berada di area kerja delapan perusahaan perkebunan kayu dan kelapa sawit yang juga terbakar di tahun-tahun sebelumnya.
Salah satu temuan titik api tahun ini, terang Jerry, bahkan didapati ada di lahan milik perusahaan yang telah dijatuhi pidana dalam kasus kerusakan, pencemaran lingkungan, dan kebakaran hutan.
Ada pula lahan konsesi sebuah perusahaan yang kembali terbakar, padahal perusahaan tersebut telah dua kali dijatuhi hukuman pidana atas kasus sama pada 2016 dan 2020.
“Perusahaan yang berulang kali menjadi pelaku karhutla dan memiliki catatan pelanggaran lingkungan hidup sudah layak dicabut izinnya,” kata Jerry.
Kesaksian warga terdampak karhutla di Sumbar: ‘Kami khawatir kesehatan terganggu’
Sejumlah wilayah terpapar karhutla di Sumatra Barat tahun ini berada di kawasan wisata Harau di Kabupaten 50 Kota dan Kabupaten Pasaman Barat. Di kawasan itu terdapat sejumlah perkebunan sawit.
Hutan dan lahan di Harau terbakar pada 24 Juli lalu. Akibatnya, kabut asap tebal menyelimuti kawasan tersebut selama beberapa hari. Kebakaran diduga akibat pembukaan lahan oleh masyarakat.
“Kabut asap tebal dan cuaca lima hari tidak bersih. Kami khawatir kesehatan terganggu,” ujar warga bernama Piter kepada wartawan Halbert Chaniago yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Akibat kebakaran kemarin, Piter mengaku jumlah wisatawan ke Harau saat ini menurun. Padahal salah satu sumber pendapatan warga lokal adalah dari pariwisata.
“Kebakaran lahan bagi pengelola homestay atau wisata itu sangat berpengaruh. Para tamu takut mendengar informasi kebakaran. Banyak yang menunda atau membatalkan [berwisata ke Harau],” ujar Piter.
Adapun kebakaran lahan di Pasaman Barat terjadi 1 Agustus lalu, menghanguskan lahan lebih dari 100 hektare.
Salah seorang warga Pasaman Barat, Buyung Sutan Malenggang, mengaku tak bisa lagi berkebun akibat kabut asap hasil kebakaran. Ia mengaku kehilangan mata pencariannya.
“Lahan itu mengeluarkan asap yang mengganggu kesehatan, jadi kami tidak bisa lebih berkebun. Itu mengganggu secara ekonomi,” ujar Buyung.
Penuturan warga terdampak karhutla di Kalsel: ‘Mata terasa pedas’
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan pada 4 Agustus 2025 menetapkan status siaga darurat bencana karhutla, seiring meluasnya titik api dan musim kemarau yang menimpa provinsi tersebut.
Berdasarkan catatan pemerintah daerah setempat, jumlah titik api di Kalimantan Selatan mencapai 1.900 sejak Januari hingga awal Agustus.
Bakri, salah seorang petani di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, mengatakan karhutla sempat membuat kampung halamanya diliputi kabut asap selama sepekan pertengahan Juli lalu.
Alhasil, ia lebih banyak berada di rumah dan tidak berani bekerja di kebun.
Sumber gambar, ANTARA FOTO
“Saat menuju ke kebun terhalang kabut asap, jadi tidak berani. Belum lagi baunya,” kata Bakri kepada wartawan Donny Moslem yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
“Mata juga terasa pedas. Kalau dibilang sudah tahan, ya ditahan-tahan saja, mau tidak mau,” tambahnya.
Bakri mengatakan kabut asap di daerahnya kini sudah mereda akibat hujan selama beberapa hari belakangan. Namun, ia masih khawatir kabut asap kembali muncul jika karhutla terjadi lagi di Kalimantan Selatan.
Lalu, apa harapan jangka panjang Bakri kepada pemerintah agar ia tak perlu lagi khawatir terpapar kabut asap di masa mendatang?
“Kita sudah ada peraturan, tinggal ditindaklanjuti aja dengan tegas,” pungkasnya.
Bagaimana sikap pemerintahan Prabowo terhadap karhutla?
Presiden Prabowo memanggil sejumlah menterinya untuk membahas karhutla pada Sabtu (02/08).
Salah seorang menteri yang ikut dalam rapat tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan, mengatakan pemerintah akan bersikap tegas dalam karhutla tahun ini.
“Pemerintah mengambil sikap jelas. Tidak ada toleransi untuk pembakaran hutan sebagai cara membuka lahan,” ujar Budi pada 3 Agustus 2025.
Lebih lanjut, terang Budi, pemerintah juga akan memfasilitasi masyarakat dan perusahaan yang ingin membuka lahan terhadap alternatif teknologi modern.
Hal itu dilakukan agar dampak buruk karhutla seperti kabut asap dapat dikurangi.
“Kita paham bahwa masyarakat membutuhkan lahan untuk kegiatan ekonomi. Namun, cara membakar hutan bukanlah solusi yang dapat diterima. Presiden berkomitmen menyediakan akses terhadap teknologi modern yang lebih efisien dan tidak merusak lingkungan,” kata Budi.
Kementerian Bidang Politik dan Keamanan pada 1 Agustus telah mengirim tim untuk meninjau karhutla di beberapa daerah di Kalimantan Barat.
Sehari setelah kunjungan tim Kementerian Bidang Politik dan Keamanan, tim Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyegel sepetak lahan milik korporasi yang terbakar di Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Penyegelan dilakukan tim dari KLH yang dipimpin Deputi Penegakan Hukum, Rizal Irawan, setelah perusahaan itu ditengarai penyebab karhutla di Kubu Raya.
“Penyegelan ini merupakan bentuk penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang mengabaikan kewajiban pengendalian pencemaran udara,” kata Rizal Irawan sebagaimana tertera pada laman kementerian.
Lebih lanjut, ia pun menambahkan, “Kami akan terus mengambil langkah tegas terhadap setiap pelanggaran serupa di daerah lainnya.”
Selain di Sumbar, Riau, dan Kalsel, karhutla kali ini juga berulang di provinsi lain seperti Aceh, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat.
‘Bukti nyata negara tunduk pada perusahaan pembakar hutan dan lahan’
Walhi mengumpulkan data karhutla sepanjang Juli di beragam daerah. Hasilnya, banyak titik api yang muncul di lokasi kebakaran tahun-tahun sebelumnya.
Temuan Walhi Riau, misalnya, mendapati titik api tahun ini muncul di area kerja delapan perusahaan perkebunan kayu dan kelapa sawit yang juga terbakar pada tahun-tahun sebelumnya.
Salah satu temuan titik api tahun ini bahkan didapati di lahan milik perusahaan yang telah dijatuhi pidana dalam kasus kerusakan, pencemaran lingkungan, dan kebakaran hutan.
Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional, Uli Arta Siagian, mengatakan, keberulangan karhutla di titik yang sama bahkan di lahan perusahaan yang telah divonis bersalah, menunjukkan bahwa pemerintah tidak pernah serius menyelesaikan masalah tersebut.
“Keberulangan karhutla ini adalah bukti nyata negara tunduk pada perusahaan pembakar hutan dan lahan,” ujar Uli.
“Impunitas dan ketertundukan negara inilah yang menjadi akar persoalan karhutla. Selama pemerintah tidak menjawabnya, selama itu juga karhutla akan terus terjadi,” sambungnya.
Uli menyebut klaim bahwa pemerintah serius menangani karhutla perlu diuji.
“Kami menantang ketegasan pemerintah. Silakan tunjukkan saja (ketegasan) terhadap perusahaan-perusahaan itu.”
Menurut Uli, pemerintah selama ini gagal menerapkan kebijakan yang dapat menimbulkan efek jera kepada perusahaan yang memicu karhutla.
Sumber gambar, ANTARA FOTO
Ia pun memberi saran kebijakan agar kasus karhutla dapat ditekan di masa mendatang.
Salah satunya adalah kebijakan yang memasukkan perusahaan yang terbukti berulang kali menyebabkan karhutla ke dalam daftar hitam.
“Enggak boleh ada kemudahan bagi mereka atau izin baru di daerah lain,” ujar Uli, seraya merujuk kasus tiga perusahaan di Riau yang telah diputus bersalah dan berkekuatan hukum tetap (inkracht) atas karhutla, tapi masih beroperasi bahkan menyebabkan kebakaran baru tahun ini.
“Sekalipun inkracht, tapi enggak ada niat baik korporasi memperbaiki. Kenapa? Ya, karena pemerintah enggak tegas memberi sanksi,” tegasnya.
Merujuk SiPongi Kementerian Kehutanan, total lahan terdampak karhutla tahun lalu tercatat 376.000 hektare atau turun dari 1,1 juta hektare pada 2023.
Adapun lahan terdampak karhutla paling luas terjadi pada 2015, mencapai 2,6 juta hektare.
Wartawan Halbert Chaniago di Padang dan Donny Moslem di Banjarmasin turut berkontribusi untuk artikel ini