Sumber gambar, KOMPAS.com/Lidia Pratama Febrian
-
- Penulis, Silvano Hajid
- Peranan, Wartawan BBC News Indonesia
Hasil penyelidikan polisi terhadap kematian diplomat Kementerian Luar Negeri, Arya Daru Pangayuan, menyisakan sejumlah pertanyaan publik. Polisi menyebut kasus itu hanya bisa dilanjutkan jika terdapat temuan baru yang mengarah pada peristiwa pidana.
Polda Metro Jaya, Selasa (29/07), telah menyimpulkan bahwa kematian Arya alias ADP tidak melibatkan pihak lain.
Kriminolog menilai temuan baru “mungkin bisa menjadi petunjuk” tapi “belum tentu merujuk pada dugaan tindakan pidana”.
Lantas apa saja pertanyaan yang muncul setelah pengumuman Polri soal kesimpulan kematian Arya?
Di mana ponsel ADP?
Ponsel ADP disebut polisi bertipe Samsung S22 Ultra. Polisi bilang ADP menggunakan ponsel pintar itu sehari-hari, atau setidaknya pada 2025.
Namun polisi membuat klaim bahwa mereka belum mengetahui keberadaan ponsel itu. Menurut polisi, ponsel itu terakhir kali terlacak aktif di Mal Grand Indonesia, Jakarta Pusat.
“Ya kalau namanya handphone off, kami juga susah untuk melacaknya,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya Triputra.
Menurut kriminolog Haniva Hasna, jika suatu saat ponsel milik ADP ditemukan, polisi sebenarnya juga belum tentu dapat menjawab apakah terjadi tindak pidana dalam kematian diplomat Kemlu itu.
“Ponsel bisa penting, tapi itu bukan satu-satunya jawaban. Yang krusial adalah konteks penggunaanya dan kemampuan penyelidik membaca pola digital di dalam ponsel,” kata Haniva.
Sumber gambar, SeongJoon Cho/Bloomberg via Getty Images
Ponsel pribadi, menurut Haniva, berpotensi menjadi petunjuk penting sebuah kasus. Pasalnya, di ponsel terekam pola komunikasi, tekanan, rahasia hingga konflik personal seseorang.
Haniva bilang, informasi dalam ponsel itu dapat berisi riwayat percakapan terakhir melalui pesan WhatApp, SMS, surat elektronik, aplikasi pesan terenkripsi, juga panggilan masuk dan keluar.
“Semua itu dapat membantu memetakan kondisi psikologis dan sosial korban menjelang kejadian,” ucap Haniva kepada BBC News Indonesia.
Namun, Haniva berkata, ponsel juga bukan jaminan utama menjadi temuan baru yang mengarah pada dugaan tindak pidana. Alasannya, data dalam ponsel itu bisa saja terbatas, terutama jika ADP berhati-hati dan tidak merekam tekanan yang dialaminya.
Faktor lainnya, kata Haniva, data dalam ponsel bisa dimanipulasi atau dihapus jika ada keterlibatan pihak lain.
Adakah barang bukti yang luput?
Sumber gambar, ANTARA FOTO
Meski sebagian besar barang bukti telah diperlihatkan polisi kepada publik, kriminolog berkata, kepolisian bisa saja menyimpan elemen penting dalam kasus itu. Alasan lainnya, polisi bisa jadi masih menguji temuan tertentu dalam kematian ADP.
“Mungkin saja beberapa barang non-fisik atau tidak kasat mata, kadang justru paling penting,” kata Haniva.
Haniva berkata, riwayat aktivitas digital yang belum diungkap, catatan pribadi (tertulis atau suara), termasuk histori CCTV di luar jam kejadian utama, bisa menunjukkan siapa saja yang ada di sekitar lokasi pada hari-hari sebelum kejadian.
Sebelumnya, polisi menyusun kronologi aktivitas ADP berdasarkan rekaman CCTV di 20 titik dalam runut kejadian pada pukul 07.03, 7 Juli hingga 8 Juli pukul 07.39 WIB.
Dalam keterangan kepada pers, kepolisian tidak menjelaskan kejadian-kejadian lain di luar runutan waktu itu.
Seberapa penting faktor kesehatan mental?
Dalam penyelidikan kematian ADP, polisi melibatkan Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia. Salah satu psikolog yang turut serta dalam penyelidikan itu adalah Nathanael Sumampow.
Nathanael bilang, pada masa-masa akhir hidup ADP, dia mengemban tugas sebagai diplomat yang bersinggungan dengan perlindungan WNI di luar negeri. ADP disebut “mempunyai peran humanistik sebagai pelindung, pendengar dan penyelamat”.
“Dinamika dalam diri tersebut membuat almarhum mengalami hambatan personal untuk mengakses dukungan, bantuan psikologis dari lingkungan terdekat, dari tenaga profesional kesehatan mental,” kata Nathanael.
“Setelah terakumulasi, penghayatan almarhum mengenai dirinya dan masalah tekanan hidup di episode terakhir kehidupannya mempengaruhi proses pengambilan keputusan almarhum terkait cara kematiannya atau upaya untuk mengakhiri kehidupannya,” sambungnya.
Walau demikian, Nathanael menekankan bahwa, “tidak ada satu faktor tunggal yang dapat menjelaskan kondisi psikologis atau kesehatan almarhum yang negatif ini.”
Namun, menurut kriminolog, psikologi forensik sebenarnya bukan sarana untuk menyimpulkan penyebab suatu kematian. Ilmu ini, kata kriminolog Haniva Hasna, digunakan untuk memahami sebuah kasus melalui keadaan psikologis seseorang.
Sumber gambar, Kompas.com/Istimewa
Haniva bilang, pendekatan psikologi digunakan agar polisi bersikap hati-hati, seperti penyebutan istilah penyebab kematian korban yang tidak melibatkan pihak lain.
“Kesehatan mental menjadi kunci konteks, bukan barang bukti fisik, tapi bisa memperjelas mengapa dan bagaimana itu bisa terjadi,” jelas Haniva.
Dalam hal ini, menurut Haniva, autopsi psikologis perlu didalami untuk memahami masalahnya bukan untuk menyimpulkan.
Terkait ini, Komisi Kepolisian Nasional menganggap polisi sebenarnya telah memberikan ruang seluas-luasnya bagi lembaga independen itu turut terlibat dalam prose spenyelidikan.
“Yang kami lihat itu sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas polisi dengan melibatkan Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia sebagai pihak independen,” ujar Komisioner Kompolnas, Yusuf Warsyim.
Apakah pengungkapan kasus kematian ADP dapat dilanjutkan?
Topik bahasan tentang kematian ADP mengisi lini masa media sosial sejak 8 Juli 2025, ketika ADP ditemukan tak bernyawa di kamar indekosnya.
Di TikTok, misalnya, terdapat 1.172 video terkait kasus kematian ADP yang ditonton lebih dari 61 juta kali dan dibagikan sebanyak 24.000 ke platform media sosial lain seperti WhatsApp hingga X, menurut riset lembaga analitik big data, Evello setidaknya dalam dua pekan terakhir.
Namun, yang menjadi perhatian adalah total percakapan setelah polisi mengumumkan hasil penyelidikan kematian ADP.
Terdapat 42.000 percakapan terjadi di TikTok membahas penyelidikan polisi hingga Rabu (30/07).
“Menurut data kami 70% dari percakapan itu, mengindikasikan bahwa netizen sudah mulai menerima penjelasan polisi, sementara sisanya masih berharap ada temuan baru dalam kasus ini,” ungkap Dudy Rudianto, pendiri Evello.
Polisi sebelumnya menegaskan, mereka tidak menutup kasus kematian ADP.
“Sementara belum [menutup kasus],” ucap Kombes Wira Satya Triputra.
Wira berkata pihaknya “tetap menerima masukan publik dan apabila ada informasi, akan menampungnya”.
Menurut kriminolog Haniva Husna, ada dua faktor yang memungkinkan kasus kematian ADP dapat dilanjutkan.
Haniva menjelaskan, dalam pendekatan hukum dan kriminologi modern, sebuah kasus bisa ditutup secara administratif, tapi tetap terbuka secara substantif. Syaratnya, ada fakta atau bukti baru yang muncul kemudian.
Lebih dari itu, pendekatan ilmiah yang dilakukan polisi merupakan ilmu pengetahuan yang dinamis.
“Temuan hari ini bisa diperluas kemudian hari dengan alat dan metode baru,” kata Haniva.
Bagaimana sikap keluarga ADP?
Kompolnas berencana menemui keluarga ADP “dalam waktu dekat”.
“Kami ingin memastikan betul respons dan sikap keluarga korban, terutama istri korban atas hasil penyelidikan polisi dan tindak lanjut keluarga atas kasus kematian ADP,” kata Yusuf Warsyim, anggota Kompolnas.
Sebelumnya, usai polisi memaparkan hasil penyelidikannya, keluarga ADP meyakini bahwa kematian diplomat muda itu bukan bunuh diri.
“Kami meyakini bahwa almarhum tidak seperti itu,” kata Meta Bagus, kakak ipar ADP seperti yang dikutip dari Kompas.com.
Dalam dokumen yang dikirimkan kepada wartawan Kompas.com, keluarga ADP memercayai bahwa setiap orang berhak atas kebenaran ketika menyangkut seseorang yang sangat dicintai.
Keluarga juga berharap proses penyelidikan berlangsung secara cermat, menyeluruh dan profesional.
“Artinya, kami berharap setiap fakta yang ada bisa benar-benar diperiksa dengan teliti dan terbuka, kami berharap semua masukan dari keluarga termasuk hal-hal yang kami alami dan ketahui secara langsung dapat ikut dipertimbangkan,” bunyi pernyataan tertulis dari pihak keluarga.
Kompolnas kini sedang memantau keberlanjutan kasus ini di Polda Metro Jaya.
“Di dalam SOP selama ini, ketika hasil penyelidikan sudah digelar, diputuskan bukan tindak pidana dan tidak bisa ditingkatkan ke tahap penyidikan, secara otomatis, prosesnya berhenti,” jelas Yusuf.
Kompolnas ingin memastikan peluang keberlanjutan penyelidikan masih terbuka “jika ada bukti baru pada kemudian hari,” kata Yusuf.