Sumber gambar, Getty Images/Vasilina Popova
-
- Penulis, Chistine Ro
- Peranan, BBC Future
Peringatan: Artikel ini memuat konten seksual
Tahukah Anda bahwa sejumlah orang di dunia alergi pada manusia lain? Misteri mengapa hal ini bisa terjadi, baru saja terkuak.
Maura meyakini kondom menyelamatkan hidupnya.
Perempuan berusia 43 tahun yang tinggal di Ohio, Amerika Serikat ini mengatakan dia menyadari ‘gejala’ awal kondisinya yang tidak biasa, saat berusia 20-an.
“Saya merasa area vagina saya seperti terbakar setelah hubungan intim [tanpa pelindung],” kata Maura.
Waktu itu, Maura—namanya kami samarkan demi melindungi privasinya—merasa tidak nyaman menceritakan hal tersebut pada pasangannya.
Dia lantas menunggu hingga kekasihnya pulang kemudian membersihkan diri secara menyeluruh.
Setelah itu, dia mencoba mengganti produk perawatan kewanitaan yang dia pakai, mulai dari sabun hingga cairan pelumas untuk hubungan intim.
Tapi, masalahnya semakin memburuk. Area genitalnya menjadi merah dan bengkak jika tubuhnya mendapat kontak langsung dengan sperma.
Pada akhirnya, dia memutuskan hubungan dengan pria itu dan memulai hubungan baru dengan pasangan yang tidak keberatan menggunakan kondom.
“Hubungan kami berjalan lancar, hingga suatu malam saat kami berbaring di ranjang setelah hubungan intim, dan lidah saya mendadak bengkak,” ujar Maura.
“Pasangan saya melihat hal itu dan menjerit, ‘Kamu tidak bisa bernapas!’ dia lalu mengambil inhaler dan berhasil memasukkannya ke mulut saya. Beruntung saya masih bisa menghirup inhaler itu.”
Maura, yang juga mengidap asma dan beberapa alergi lain, meyakini hal itu terjadi akibat kondom yang bocor.
Kini, dia dan pasangannya semakin berhati-hati dalam berhubungan intim.
Hingga peristiwa itu terjadi, Maura tidak tahu bahwa manusia bisa alergi terhadap sperma.
Sumber gambar, Getty Images/Witthaya Prasongsin
Meskipun sangat jarang terjadi, ada orang-orang yang memiliki reaksi imun parah terhadap tubuh manusia lain.
Kondisi yang sering disalahpahami ini tidak hanya dapat memengaruhi kesehatan, tetapi juga pekerjaan, hubungan, dan secara umum bagaimana seseorang menjalani hidup.
Apakah ini alergi, atau sesuatu yang lain?
Seiring para ilmuwan mulai mengumpulkan beberapa petunjuk, respons tubuh yang aneh ini mengungkap wawasan tentang reaksi kimia tubuh manusia.
Dari kulit
Seringkali, sensitivitas seseorang terhadap tubuh manusia lain berkaitan dengan produk eksternal yang digunakan.
Contohnya, produk pewangi sintetis baik itu berupa parfum atau losion pelembab, bisa menempel pada kulit dan memicu terjadinya alergi.
Sebuah penelitian menyebut ada lebih dari 150 produk pewangi yang bisa menyebabkan alergi.
Pemicunya tidak selalu jelas.
Sabine Altrichter, dokter di Rumah Sakit Universitas Kepler di Austria, mengatakan kendati hubungan antara kedua hal itu belum terbukti, beberapa pasien dengan gangguan sel mast menduga pemicu reaksi imun mereka adalah bau badan alami atau aroma sintetis yang dikeluarkan dari kulit orang lain.
Sumber gambar, Getty Images/slobo
Kulit mengeluarkan banyak senyawa yang berkontribusi terhadap aroma tubuh.
Gas-gas yang dikeluarkan kulit ini bisa mengandung zat kimia seperti toluena, yang juga terdapat dalam minyak mentah dan digunakan untuk membuat produk-produk seperti cat dan plastik.
Toluena juga merupakan salah satu dari banyak zat kimia dalam asap tembakau.
PATM adalah fenomena yang tidak biasa dan bisa membuat seseorang terisolasi karena mereka sering mengalami gejala alergi, seperti batuk dan tersedak, di hadapan orang lain.
Sumber gambar, Getty Images/Helin Loik-Tomson
Pada 2023, Yoshika Sekine, profesor kimia di Universitas Tokai Jepang, dan rekan-rekannya menyelidiki gas kulit yang dipancarkan oleh mereka yang melaporkan gejala PATM.
Dari 75 gas kulit yang diteliti, toluena adalah senyawa yang paling sering ditemukan.
“Toluena terhirup melalui udara saat bernapas. Sebagai senyawa berbahaya, toluena biasanya dimetabolisme oleh hati dan dikeluarkan melalui urin,” papar Sekine.
Sumber gambar, Getty Images/Kawee Srital-on
Dia menambahkan pasien PATM memiliki kemampuan yang lebih lemah untuk memecah toluena, sehingga menyebabkan akumulasi dalam aliran darah dan selanjutnya dilepaskan melalui kulit.
Sekine mencatat konsep PATM sendiri masih belum dikenal luas, dan belum ada kriteria diagnostik medis untuk itu.
Sementara itu, alergi terhadap keringat umumnya melibatkan sensitivitas terhadap keringat sendiri, alih-alih keringat orang lain.
Dari cairan tubuh
Reaksi alergi juga dapat dipicu oleh alergen spesifik yang terbawa dalam cairan tubuh.
Dalam satu kasus di UK, seorang perempuan dengan alergi kacang mengalami gatal-gatal dan sesak napas setelah berhubungan intim dengan seorang pria yang telah makan kacang beberapa jam sebelumnya, meskipun pria tersebut telah membersihkan gigi, kuku, dan kulitnya.
Meskipun kacang-kacangan merupakan alergen yang paling sering dilaporkan menimbulkan masalah saat berciuman, air liur juga dapat memicu reaksi alergi setelah mengonsumsi buah, sayur, makanan laut, dan susu.
Namun, selain alergen eksternal ini, protein dalam cairan tubuh tertentu juga dapat memicu reaksi.
Alergi air mani, atau hipersensitivitas plasma semen, ditandai dengan beragam gejala mulai dari ruam kulit, gatal, hingga reaksi alergi anafilaksis atau sesak napas yang berpotensi mengancam jiwa.
Kondisi ini telah tercatat terutama pada orang berusia 20-an dan 30-an, meskipun secara keseluruhan terdapat kurang dari 100 kasus yang terdokumentasi, menurut sebuah makalah tahun 2024.
Ini adalah cairan, selain sperma, yang membentuk sebagian besar semen. Alergi yang terjadi dipicu oleh protein di dalamnya, bukan sperma itu sendiri.
Sumber gambar, Getty Images/Aleksandr Zubkov
Belum ada penjelasan ilmiah tentang apa yang terjadi dalam tubuh orang dengan hipersensitivitas plasma air mani, kata Jonathan Bernstein, seorang profesor kedokteran klinis, yang berfokus pada alergi dan imunologi, di Fakultas Kedokteran Universitas Cincinnati di AS.
Bernstein mengatakan bahwa belum ada model hewan yang baik untuk hipersensitivitas plasma mani, atau cukup banyak manusia dengan kondisi tersebut untuk memungkinkan penelitian skala besar.
Namun, dalam satu laporan kasus di Spanyol, seorang perempuan yang tidak pernah mengalami reaksi alergi setelah berhubungan intim, kehilangan kesadaran dan mengalami gejala sesak napas setelah berhubungan seks.
Ia kemudian didiagnosis mengidap hipersensitif terhadap cairan mani.
Sumber gambar, Getty Images/Jomkwan
Gejala lainnya bisa berupa nyeri hebat dan rasa terbakar segera setelah berhubungan intim.
“Mirip seperti terkena cairan asam,” kata Bernstein.
Salah satu pasiennya menggambarkan “seperti seribu jarum yang ditusukkan ke dalam vagina.”
Di sisi lain, seseorang mungkin sensitif terhadap air mani dari beberapa pasangan atau hanya dari satu pasangan, catat Bernstein.
Diagnosis biasanya melibatkan tes tusuk kulit menggunakan sampel segar air mani dari pasangan.
Sumber gambar, Getty Images/Sutthichai Supapornpasupad
Beberapa orang melakukan perjalanan jauh untuk berkonsultasi dengan Bernstein, karena tidak banyak ahli dalam alergi air mani.
Banyak pasien dengan alergi ini yang tidak terdiagnosis atau malah harus menjalani perawatan steroid agresif karena tenaga medis profesional tidak tahu apa yang harus dilakukan terhadap mereka, kata Bernstein.
Namun, Bernstein menjelaskan bahwa terapi yang dia lakukan dapat membantu hampir semua orang yang memiliki alergi air mani.
Terdapat kekurangan data yang signifikan tentang alergi air mani di antara pasangan pria homoseksual.
Bernstein mengatakan ia belum pernah melihat kasus seperti ini.
Ia menduga gejala-gejala tersebut mungkin terkait dengan kondisi tertentu di dalam vagina, meskipun hal tersebut butuh penelitian lebih lanjut.
Pilihan pengobatan
Salah satu terapi yang pernah dicoba Bernstein melibatkan serangkaian suntikan air mani pasangan di dalam atau di bawah kulit pasien untuk mengurangi sensitivitas.
Namun, pengobatan ini mahal: “Pasien harus membayarnya karena ada banyak prosedur di laboratorium untuk mempersiapkan sampel,” kata Bernstein.
Prosedur itu, terang Bernstein, meliputi pemisahan sperma dan air mani. Setelah itu, air mani akan diencerkan menjadi satu bagian dalam sejuta atau satu bagian dalam sepuluh juta, tergantung pada seberapa parah reaksi pasien.
Kemudian, dengan interval 15 menit, cairan tersebut dimasukkan ke dalam vagina pasien.
Setelah itu, secara bertahap prosedur diulangi menggunakan konsentrasi cairan yang lebih kuat, sehingga pasien mengembangkan toleransi yang lebih besar.
Selama perawatan, kondisi pasien akan terus dipantau.
Hasilnya: “Mereka cenderung tidak mengalami banyak reaksi sistemik dan mereka mampu menoleransi hubungan seksual tanpa kondom setelahnya, setidaknya dengan pasangan tersebut,” kata Bernstein.
Sumber gambar, Getty Images/yacobchuk
Bahkan hanya ada sedikit informasi tentang cairan tubuh lainnya yang dapat memicu reaksi alergi saat berhubungan intim.
Namun, Marek Jankowski yakin bahwa ia telah melihat setidaknya satu orang dengan kondisi ini.
Jankowski, asisten profesor dermatologi dan venereologi di Universitas Nicolaus Copernicus di Polandia, mengatakan ia pernah merawat seorang pasien yang datang kepadanya setelah berkonsultasi dengan banyak dokter lain.
Pasien tersebut melaporkan bahwa sekitar 30 menit setelah berhubungan intim, alat kelaminnya menjadi merah dan gatal. Wajahnya juga terasa gatal setelah melakukan cunnilingus—tindakan merangsang alat kelamin perempuan.
Bagi pasien, ini tampak seperti alergi, tetapi dokter kerap meremehkan atau menolak gagasan ini, kata Jankowski.
Namun, Jankowski tetap berpikiran terbuka, mencari kasus-kasus lain tentang potensi alergi terhadap cairan serviks yang disekresikan oleh perempuan selama aktivitas seksual.
“Akhirnya pasien merespons antihistamin dengan baik,” lapor Jankowski tentang kondisi pasiennya.
Sumber gambar, Getty Images/JulPo
Kasus ini juga mendorong Jankowski dan rekan-rekannya untuk melakukan sebuah penelitian yang diterbitkan pada 2017.
Para peneliti menyurvei dokter kulit serta orang-orang yang mungkin mengalami kondisi ini.
Sekitar 20% dokter kulit yang menanggapi penelitian, mengatakan pernah menyaksikan kasus-kasus tersebut, meskipun banyak dokter yang skeptis bahwa kondisi tersebut ada.
Dampak emosionalnya terhadap janis alergi ini bisa kompleks, baik bagi penderita maupun pasangannya.
Menurut penelitian ini, penderita melaporkan kemerahan, gatal, rasa terbakar, bengkak, dan biduran setelah kontak.
Hal ini diperkirakan memengaruhi setidaknya puluhan ribu orang di Amerika Serikat.
Namun, “tingkat bukti saat ini untuk fenomena alergi cairan serviks hanya bersifat tidak langsung dan penelitian lebih lanjut di bidang ini diperlukan,” jelas Jankowski.
Sumber gambar, Getty Images/Tetra Images
Salah satu perbedaan antara alergi terhadap air mani dan cairan serviks adalah kondom kemungkinan besar tidak akan meredakan gejala alergi terhadap cairan serviks, karena kondom tidak akan melindungi bagian selangkangan dan skrotum pada pria.
Namun, antihistamin dan paparan berulang tampaknya membantu pasien mengatasi alergi mereka terhadap cairan serviks, menurut hasil survei Jankowski dan rekan penulisnya.
“Karena mayoritas kasus yang teridentifikasi adalah pada kalangan dewasa muda di awal hubungan seksual, saat gairah lebih kuat daripada rasa tidak nyaman, dan paparan berulang terhadap alergen menyebabkan desensitivitas,” catat Jankowski.
Sumber gambar, Getty Images/Peter Dazeley
Bagi orang yang alergi terhadap tubuh pasangannya, konsekuensinya bisa serius.
Maura yakin bahwa sensitivitasnya terhadap air mani berperan dalam keputusan dia dan pasangannya untuk tidak memiliki anak.
Maura menyebut, akan membutuhkan biaya besar untuk menemukan solusi yang memungkinkannya menghindari paparan air mani.
Meski begitu, Maura tidak menampik dampak psikologis kondisinya bagi sang pasangan, kendati hubungan keduanya tetap harmonis.
“Dia sempat bilang tersinggung dengan anggapan saya alergi terhadap air maninya,” ujarnya.
“Dia tidak menyalahkan saya untuk itu, hanya menyalahkan alam semesta.”