Sumber gambar, SONNY TUMBELAKA/AFP via Getty Images
Pemerintah Indonesia akan memulangkan dua warga negara UK yang merupakan terpidana mati dan seumur hidup kasus narkotika, Lindsay June Sandiford (68) dan Shahab Shahabadi (35). Apa alasan di balik pemulangan mereka?
Kesepakatan ini diwakili Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra dan Sekretaris Negara untuk Urusan Luar Negeri, Persemakmuran, dan Pembangunan Kerajaan Bersatu, Yvette Cooper.
Pemulangan ini tertuang dalam berkas penandatanganan bersama yakni Practical Arrangement terkait Transfer of Sentenced Person (TSP) yang ditandatangani pemerintah Indonesia dan Kerajaan Bersatu (United Kingdom/UK), Selasa (21/10).
“Kami sepakat memindahkan tahanan ke UK. Perjanjian telah ditandatangani,” kata Yusril dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (21/10).
Kesepakatan ini sekaligus menjadi tindak lanjut hubungan kerja sama hukum kedua negara terkait kemanusiaan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, ujar Yusril.
Apalagi, lanjutnya, hal ini terkait narapidana asing yang kondisi kesehatannya memburuk dan butuh perawatan yang lebih memadai di negara asalnya.
Sandiford divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri (PN) Denpasar pada 2013 karena terbukti menyelundupkan kokain.
Dia ditangkap saat berada di Bandara Ngurah Rai, Bali, usai mendarat dari Thailand pada 2012.
Sementara, warga negara UK lainnya, Shahab Shahabadi, ditangkap pada 2014 di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
Dia diketahui membawa paket narkotika golongan metamfetamina sekitar 9,696 gram.
Sumber gambar, Dokumen Kemenko Kumham Imipas
Bagaimana alur proses pemindahan disepakati?
Proses pemindahan dan pembahasan repatriasi kedua narapidana ini diawali pertemuan Yusril dan Wakil Menteri Urusan Luar Negeri UK pada Januari 2025.
Pembahasan berlanjut pada April 2025 melalui pertemuan dengan Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Dominic Jermey.
Pada 29 April 2025, Kemenko Kumham Imipas menerima surat resmi dari Lord Chancellor dan Sekretaris Negara untuk Urusan Hukum yang menyampaikan permohonan repatriasi.
Setelah surat itu, serangkaian pertemuan teknis dilakukan Deputi Bidang Koordinasi Keimigrasian dan Pemasyarakatan dengan Wakil Duta Besar UK, Matthew Downing untuk membahas aspek hukum, administratif, dan logistik pemindahan.
Sumber gambar, SONNY TUMBELAKA/AFP via Getty Images
Proses Practical Arrangement untuk pemindahan narapidana ini pernah dilakukan pemerintah Indonesia dengan negara lain.
Pada 2024, Mary Jane Veloso dikembalikan ke pemerintah Filipina.
Mary Jane pernah masuk daftar eksekusi terpidana mati gelombang kedua.
Namun ketika hendak berhadapan dengan regu tembak, Mary Jane yang saat itu hendak dikeluarkan dari sel isolasinya memperoleh info eksekusinya dibatalkan.
Upaya keadilan untuknya terus berjalan hingga tiba pada proses Practical Arrangement yang membuatnya kembali ke negaranya.
Tahun yang sama, lima terpidana “Bali Nine” juga dipulangkan dari Bali ke Australia.
Sebelumnya, lima terpidana sempat disebut akan ikut dieksekusi pada gelombang yang bergulir pada 2014 dan 2015.
Tapi nama kelimanya urung masuk dalam daftar dan berakhir dikembalikan ke negaranya.
Mary Jane dan “Bali Nine” ini juga terjerat kasus narkoba.
Alasan kemanusiaan
Mekanisme Practical Arrangement ini mencakup pertukaran dokumen resmi, verifikasi kondisi hukum dan kesehatan narapidana, serta penandatanganan kesepakatan antarpemerintah sebelum pemindahan dilakukan secara resmi.
“Indonesia memandang penting adanya kerja sama internasional yang mengedepankan kemanusiaan, terutama bagi warga negara asing yang menghadapi kondisi kesehatan berar selama masa pidana. Proses hukum selanjutnya dilimpahkan ke Pemerintah Inggris,” kata Yusril.
Sandiford yang saat ini berada di Lapas Perempuan Kelas IIA Kerobokan, Bali, sejak 25 Mei 2012 menderita Diabetes Mellitus Tipe 2 dan hipertensi.
Sementara itu, Shahabadi yang ditahan sejak 26 Juni 2014 di Lapas Kelas IIA Kembangkuning, Nusa Kambangan, mengalami penyakit kulit di jaringan subkutan dan gangguan kejiwaan.
Sumber gambar, Dokumen Kemenko Kumham Imipas
Bagaimana kronologi kasusnya?
Sandiford divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri (PN) Denpasar pada 2013 karena terbukti menyelundupkan kokain.
Dia ditangkap saat berada di Bandara Ngurah Rai, Bali, usai mendarat dari Thailand pada 2012.
Otoritas hukum Indonesia menyebut kokain yang coba diselundupkannya seberat 4,8 kilogram dengan nilai hampir Rp24 miliar.
Kokain tersebut ditemukan di lapisan dalam koper miliknya.
Selama persidangan, Lindsay mengeklaim dipaksa menyelundupkan narkoba.
Jika menolaknya, maka anak-anaknya terancam akan dibunuh, ujarnya.
Namun kesaksian itu nyatanya tidak meringankan hukumannya.
Bahkan hakim menjatuhkan vonis lebih tinggi dari tuntutan 15 tahun oleh jaksa.
Sumber gambar, SONNY TUMBELAKA/AFP/GettyImages
Belakangan, setelah divonis mati di pengadilan tingkat pertama, dia menulis surat kepada pemerintah UK.
Lindsay meminta bantuan hukum atau dana untuk mengajukan banding atau memperjuangkan grasi sehingga hukuman matinya dibatalkan.
Dalam surat yang dilayangkan sepekan sebelum kedatangan Menteri Luar Negeri Inggris, Philip Hammond, ia juga mempersoalkan bantuan pemerintah Inggris yang tidak diberikan sejak ia ditangkap aparat sehingga tidak bisa mengupayakan langkah hukum yang optimal.
Pada 2015, Lindsay June Sandiford merasa waktunya kian sempit dan menduga eksekusinya akan segera terlaksana.
Sebab, Presiden (saat itu)Joko Widodotengah gencar melakukan eksekusi hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba.
Menanggapi permintaan Sandiford, Kementerian Luar Negeri UK menyatakan mereka telah secara konsisten memberikan dan menawarkan dukungan konsuler kepada Sandiford, yang kemudian ditolak.
Upaya yang dilakukan pemerintah Inggris ini disampaikan sejalan dengan penolakan terhadap eksekusi hukuman mati dalam segala keadaan tanpa kecuali.
Sandiford ditangkap bersama dengan Julian Anthony Ponder yang dihukum enam tahun penjara, Paul Beales dihukum empat tahun penjara, dan Rachel Lisa Dougall dihukum satu tahun penjara.
Siapa Shahab Shahabadi?
Sementara, warga negara UK lainnya, Shahab Shahabadi, ditangkap pada 2014 di pintu keluar Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Provinsi Banten.
Shahab kedapatan dengan paket narkotika golongan metamfetamina sekitar 9,696 gram.
Shahab bahkan mengantongi tiket Kuala Lumpur ke Iran.
Shahab sendiri diduga asal Iran tapi kemudian beralih menjadi warga negara UK.
Berdasarkan putusan banding, Shahab disebut merupakan sopir pribadi yang beralat di Nort Rol Darlington, Inggris.