Sumber gambar, Nugroho Dwi Putra
Bupati Pati, Sudewo, minta maaf dan mengklaim akan “meninjau ulang” kebijakan peningkatan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Pedesaan & Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250% yang kontroversial.
“Kalau ada yang menuntut supaya yang sampai 250% itu diturunkan, akan saya tinjau ulang,” kata politikus Partai Gerindra itu.
“Saya minta maaf yang sebesar-besarnya atas terjadinya kericuhan pada hari Selasa (05/08) kemarin,” tambahnya.
Namun, pernyataan Sudewo tidak menyurutkan niat kelompok masyarakat menggelar aksi demonstrasi 13 Agustus mendatang.
Selain mendesak agar Sudewo membatalkan kebijakan kenaikan PBB, kelompok masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu menuntut Sudewo mundur dari jabatan bupati.
“Kita juga menuntut Bapak Bupati Sudewo untuk dilengserkan dari bupati Pati, karena sudah tidak layak untuk memimpin di Kabupaten Pati,” kata perwakilan Aliansi Masyarakat Pati Bersatu, Supriyono, Kamis (07/08).
Aksi pada 13 Agustus mendatang diklaim akan dihadiri puluhan ribu warga.
“Itu tidak bisa menghalang-halangi atau mengendurkan semangat kawan-kawan. Kita tetap melakukan aksi demo,” kata Supriyono.
Agenda aksi pekan depan, antara lain menuntut Sudewo turun dari jabatan bupati, menolak lima hari sekolah, menolak renovasi alun-alun Pati dengan anggaran Rp2 miliar, dan pembongkaran total Masjid Alun-alun Pati yang bersejarah.
“Dan termasuk yang disamping posko donasi itu ada proyek videotron yang panjang enam meter, tinggi lima meter, itu memakan biaya Rp1,39 miliar,” kata Supriyono.
Sumber gambar, Tribunnews
Pada Selasa (05/08) lalu, para pengguna media sosial dikejutkan perdebatan antara warga dengan pejabat plus Satpol PP di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Banyak yang merespons keberanian warga yang bersitegang dengan pejabat Pati.
Ketegangan ini dilatarbelakangi kenaikan PBB di Pati yang berlaku tahun ini.
Kelompok masyarakat mempertahankan posko mereka setelah Satpol PP berusaha mengangkut dus-dus berisi air mineral ke atas truk.
Sumber gambar, Nugroho Dwi Putra
“Kami tidak bermaksud untuk melakukan perampasan barang-barang tersebut, sama sekali tidak bermaksud melakukan perampasan, hanya ingin memindahkan,” kata Sudewo, sambil mengklarifikasi kenaikan PBB “hanya maksimal 250%”.
“Jadi yang di bawah 100%, di bawah 50%, jauh lebih banyak,” katanya. Ia mengklaim warga yang membayar tarif pajak terbaru ini sudah hampir 50%.
Didemo pendukung sendiri
Wajah Supriyono banyak diunggah dan dibagikan di media sosial pada Selasa (05/08) lalu. Supriyono adalah pria berkaos hitam yang beradu mulut dengan anggota Satpol PP yang berupaya mengambil kembali puluhan dus air mineral dari dalam truk.
“Karena itu (air mineral) amanah masyarakat Kabupaten Pati yang diberikan kepada kita. Dan kita harus menjaga,” katanya.
Sejak posko dibuka Jumat (01/08), Supriyono mengklaim sudah mendapat sumbangan 3000 dus air mineral.
Sumbangan untuk aksi menolak kebijakan kenaikan PBB ini terus mengalir sampai hari ini.
“Belum snack-snack yang lain, terus ikan, terus hasil pertanian seperti pisang, buah-buahan, ada semangka, ada melon, ada pisang, ada ketela. Ada kemarin yang kirim ikan beku, empat kantong untuk dimasak di aksi demo itu kita bikin nasi kucing dan nasi kecil-kecil itu,” katanya.
Sumber gambar, Nugroho Dwi Putra
Supriyono yang akrab disapa Botok mengklaim sebagai pendukung Sudewo dan Risma Ardhi Chandra dalam pemilu kepala daerah Pati tahun lalu. Tapi seiring berjalannya waktu, pria itu melihat adanya persoalan dalam kebijakan Sudewo-Risma.
“Jadi saya tekankan kembali, ini tidak ada muatan politik, tidak sakit hati. Ini kita mengkritik kebijakan Pak Bupati yang menaikkan pajak PBB-P2 250% yang jelas-jelas membebani masyarakat,” katanya.
Bagaimana reaksi masyarakat Pati?
Dari sejumlah warga Pati yang diwawancara, semuanya keberatan dengan kenaikan PBB hingga 250%. Mereka setuju ada kenaikan, akan tetapi harus bertahap setiap tahun.
Zaeno, warga Pati yang memilih pasangan Sudewo dan Risma Ardhi Chandra dalam Pilkada lalu, mengatakan kenaikan PBB hingga 250% tidak sensitif.
“Melihat keadaan pemasukan desa, pemasukan di kampung, kan enggak menentu. Pekerjaan sulit,” katanya sambil menambahkan akan ikut serta dalam aksi pekan depan.
Sumber gambar, Nugroho Dwi Putra
Aji Susanto, warga Pati lainnya, sepakat dengan aksi demonstrasi menolak kenaikan PBB . “Rakyat kecil kan terbebani dengan keadaan ekonomi sekarang ini,” katanya.
Susanto mengklaim sudah membayar PBB tahun 2025. Nilainya naik dari Rp66.000 tahun lalu, menjadi Rp86.000. Tanah dan bangunan rumahnya tak sampai 100 meter persegi.
Ia bingung kenaikan PBB ini bervariasi. Dia menyebut tetangganya mengalami kenaikan pajak tidak sampai Rp20.000, tapi punya rumah yang lebih luas. “Hitungnya bagaimana saya enggak mengerti,” katanya.
Warga Pati lainnya, Erry Ardyan, meragukan alasan Pemkab Pati menaikkan pajak PBB guna pembangunan infrastruktur. Musababnya dalam setahun terakhir, kata Erry, Pemkab Pati lebih terlihat membuat acara seremonial dengan mengundang artis-artis luar daerah.
Sumber gambar, Nugroho Dwi Putra
Selain itu, rencana infrastruktur, salah satunya untuk membangun ulang rumah ibadah dianggap tidak mendesak. “Masjid itu sendiri sudah bagus,” kata Erry.
Penjual makanan di tepi jalan ini mengaku PBB yang harus dibayar tahun ini dari rumah pribadi seluas 126 meter persegi, sebesar Rp92.000. Angka ini meningkat lebih dari 300% dari tahun lalu, yaitu Rp29.000.
“Belum saya bayar, karena saya kan kemarin dengar kalau mau ada demo. Saya tunggu saja, siapa tahu nanti turun setelah adanya demo itu,” katanya.
Perempuan 53 tahun ini menyarankan agar Bupati Sudewo mendengar aspirasi masyarakat, ketimbang menunggu aksi demo di halaman kantornya pekan depan.
“Saya khawatir terjadi kerusuhan. Kerusuhan itu kan nanti juga yang kena imbasnya masyarakat lagi,” katanya.
Kronologi kisruh PBB 250% di Pati
Kebijakan tarif PBB 250% diputuskan dalam rapat intensifikasi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) tahun 2025 yang dipimpin Bupati Pati, Sudewo, bersama para camat dan anggota paguyuban kepala desa di kantor bupati.
Masyarakat menerima lembar pemberitahuan kenaikan PBB.
Bupati Sudewo dalam pernyataan publik mempertanyakan pihak-pihak yang menolak kebijakan kenaikan PBB. “Silakan lakukan (demo). Jangan hanya 5.000 orang, 50.000 orang saja suruh mengerahkan. Saya tidak akan gentar, terus maju,” katanya.
Ia juga menyerukan seluruh aparatur pemerintahannya untuk tidak melakukan tawar menawar kebijakan ini. “Saya tidak akan mundur satu langkah pun,” kata Sudewo sambil menambahkan menaikkan PBB adalah yang terbaik demi masyarakat dan pembangunan Pati.
Warga yang mengatasnamakan diri Masyarakat Pati Bersatu sudah mulai mengumpulkan donasi logistik dari masyarakat dengan memarkirkan mobil ambulans sebagai posko di luar pagar gedung bupati. Aksi ini sebagai respons dari tantangan bupati.
Sumber gambar, Nugroho Dwi Putra
Terjadi aksi adu mulut dan perebutan dus berisi air mineral antara massa penggalang donasi aksi tolak kenaikan PBB dengan Satpol PP Pati.
Ketegangan ini muncul setelah Satpol PP meminta posko dimasukkan ke dalam truk dan dibawa ke kantor.
Alasannya, lokasi posko berdekatan dengan area alun-alun yang akan menjadi pusat serangkaian perayaan Hari Jadi ke-702 Kabupaten Pati dan HUT ke-80 RI.
Koordinator aksi penggalangan dana logistik itu, Ahmad Husein dan Supriyono, sempat saling tantang dengan Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Pati, Riyoso dan juga Plt. Kepala Satpol PP Pati, Sriyatun.
Bupati Pati, Sudewo mengatakan akan mengkaji ulang kebijakan PBB 250%. Ia juga meminta maaf atas kekisruhan yang terjadi di wilayah kantornya pada Selasa lalu. Sudewo mengklarifikasi: “Saya bukan menentang rakyat”.
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, menyatakan telah memerintahkan Inspektorat Jenderal Kemendagri untuk memeriksa dasar kenaikan PBB 250% di Pati.
“Saya akan cek. Saya tahu dari media makanya akan kita cek,” kata dia.
Rencana aksi besar di depan kantor bupati.
Apa alasan Pemkab Pati menaikkan tarif PBB?
Penerimaan PBB Kabupaten Pati saat ini sebesar Rp29 miliar, jauh lebih rendah dibandingkan daerah tetangga yaitu Kabupaten Jepara yang mencapai Rp75 miliar. Adapun penerimaan PBB di Kabupaten Rembang dan Kudus masing-masing mencapai Rp50 miliar.
Selama 14 tahun belakangan, PBB di Kabupaten Pati tidak naik.
“Padahal Kabupaten Pati lebih besar daripada Kabupaten Rembang. Kabupaten Kudus Rp50 miliar, padahal Kabupaten Pati lebih besar daripada Kabupaten Kudus,” kata Bupati Pati, Sudewo.
Kenaikan tarif PBB akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur jalan, pembenahan RSUD RAA Soewondo, serta sektor pertanian dan perikanan.
“Mohon dukungan seluruh pihak dan masyarakat Kabupaten Pati, ini adalah upaya untuk meningkatkan pembangunan, tidak untuk pribadi saya,” kata bupati.
Pemkab Pati membuat klaim saat ini sudah ada 35 dari 406 desa yang melunasi PBB-nya.
Penjabat Sekda Pati, Riyoso, mengatakan, bagi masyarakat yang merasa keberatan membayar PBB, tersedia mekanisme pengajuan keringanan yang bisa diajukan secara prosedural.
“Kalau merasa keberatan, bisa mengajukan keringanan dengan kewajaran,” kata Riyoso.
Menolak dituduh penipu
Dalam pernyataannya, Penjabat Sekda Pati, Riyoso, tak mempersoalkan aksi unjuk rasa kebijakan kenaikan tarif PBB. Namun, ia mengingatkan agar aksi itu dilakukan dengan santun dan tidak menimbulkan gesekan.
“Kami menghargai aspirasi masyarakat soal PBB-P2. Tapi narasi-narasi provokatif seperti ‘pembohong’ atau ‘penipu’ itu bisa memicu ketegangan. Jangan sampai menimbulkan konflik antara pendukung dan yang kontra terhadap kebijakan pemerintah,” katanya.
Kisruh kenaikan tarif PBB hingga 250% terjadi belum genap setahun Sudewo dan pasangannya Risma Ardhi Chandra memimpin kabupaten Pati. Kebijakan ini juga bertentangan dengan pernyataan publik sebelumnya.
Sumber gambar, KPU Kab. Pati
Dalam debat Pilkada Pati yang berlangsung November 2024 silam, Sudewo sempat membuat pernyataan terkait dengan peningkatan fiskal melalui pendapatan daerah. Menurutnya perlu ada “skenario elegan” selain membebani warga dengan kenaikan pajak.
“Apalagi kalau peningkatan pendapatan asli daerah berititik tumpu pada sektor pajak dan retribusi, itu sangat kasian kepada rakyat Kabupaten Pati. Harus ada upaya dan skenario yang elegan untuk meningkatkan pendapatan daerah,” kata Sudewo.
Wartawan Nugroho Dwi Putra di Pati turut berkontribusi dalam artikel ini.