Sumber gambar, ANTARA FOTO/Arnas Padda
Masyarakat mungkin tidak akan menemukan lagi produk beras dengan label premium atau medium di warung atau toko karena pemerintah segera menghapus dua kategori beras tersebut. Nantinya, hanya ada satu jenis beras di pasaran: beras umum atau disebut pula beras reguler.
Langkah penghapusan beras premium dan medium ini diambil saat otoritas menemukan maraknya beras oplosan di pasaran.
Adapun parameter kualitas dan harga beras umum akan ditentukan pemerintah dalam waktu dekat.
Namun, sejumlah pakar memperingatkan, penentuan kualitas dan harga beras umum sangat krusial berdampak terhadap masyarakat. Salah langkah, bisa menambah jumlah masyarakat miskin karena harga beras makin sulit dijangkau.
Sumber gambar, ANTARA FOTO
Penghapusan kategori beras medium dan premium juga disebut sebagai bentuk “cari gampang” pemerintah menyelesaikan persoalan tata kelola beras nasional seperti kenaikan harga beras dan temuan beras oplosan.
“Ini kayak ujian nasional banyak yang joki, tapi pemerintah menghapus ujiannya,” kata Said Abdullah, koordinator Koalisi Rakyat Kedaulatan Pangan (KRKP).
Apa itu beras umum?
Regulasi ini menyebutkan beras umum merupakan jenis beras yang terdiri dari beras pecah kulit (beras yang baru digiling untuk menghilangkan sekam/kulit luar saja) dan beras sosoh (sudah dilepas kulit arinya sehingga terlihat lebih putih).
Selain beras umum, ada juga klasifikasi beras khusus.
Beras khusus terdiri dari beras ketan; beras merah; beras hitam; beras varietas lokal; beras fortifikasi; beras organik; beras indikasi geografis; beras dengan klaim kesehatan; dan beras tertentu yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri.
Lalu apa pengaruhnya terhadap rencana terbaru pemerintah?
Pemerintah akan melebur klasifikasi mutu beras. Semula terdapat pembagian kelas mutu yaitu beras premium; beras medium; beras submedium; dan beras pecah.
Dengan rencana penyederhanaan ini, ke depan tidak ada lagi beras medium dan premium, tapi seragam menjadi beras umum atau reguler. Sementara klasifikasi beras khusus tetap dipertahankan.
Sumber gambar, Bapanas/Perbapanas No.5/2024
Untuk harga eceran tertinggi beras umum nantinya tetap diatur pemerintah sebagai batas atas di pasaran. Harga beras khusus, tidak diatur pemerintah, tapi pelaku usahanya harus memegang sertifikat terhadap merek beras khusus tersebut.
Sejauh ini, pemerintah masih menggodok harga dan parameter kualitas beras umum.
“Kedua hal ini harus diatur benar-benar cermat. Keputusannya harus matang dan ini kami sedang siapkan. Mungkin dalam waktu dekat, perlu mengadakan satu kali rakortas (rapat kooridnasi terbatas) lagi,” kata Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi.
Sumber gambar, Bapanas/Perbapanas No.02/2023
Sumber gambar, Bapanas/Perbapanas No.02/2023
Wacana beras umum ini berhembus di saat pemerintah menemukan apa yang disebut “beras oplosan” di pasaran.
Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, mengatakan otoritas telah memeriksa 268 merek beras. Sebanyak 212 merek di antaranya ” tidak sesuai dengan standar yang ditentukan oleh pemerintah”.
“Brokennya (beras patah) ada yang 30%, 35%, 40% bahkan ada sampai 50%. Jadi ini tidak sesuai standar, jadi ini mau oplos, mau apa saja namanya, yang terpenting, tidak sesuai dengan regulasi pemerintah,” kata Menteri Amran usai rapat koordinasi terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto, Rabu malam (30/07).
Apa risiko yang mungkin dihadapi masyarakat?
Kebijakan beras satu jenis disebut mempunyai risiko di banyak titik. Oleh karena itu, penentuan parameter kualitas dan harga beras umum dinilai sangat krusial.
Masyarakat miskin diyakini bakal terbebani dengan harga beras umum, jika pemerintah menetapkan harganya di antara beras medium dan premium.
“Warga miskin atau rentan tidak memiliki pilihan beras dengan harga lebih terjangkau,” kata Khudori, Pengurus Pusat Perhimpunan Perekonomian Indonesia (Perhepi).
Khudori meminta pemerintah mewaspadai hal ini karena sebuah penelitian menunjukkan kenaikan harga beras 10% akan mengerek pertambahan angka kemiskinan 1%. Lebih dari seperempat pengeluaran orang miskin digunakan untuk membeli beras.
Sumber gambar, Cahyo/Biro Pers Sekretariat Presiden
Bagi kalangan kelas menengah atas yang mempertimbangkan kualitas beras dibandingkan harganya, akan dirugikan karena pilihannya terbatas, kata Koordinator KRKP, Said Abdullah.
“Pemerintah perlu cermat juga menetapkan kriterianya supaya terjangkau oleh kelompok yang bawah, kemudian juga tidak merugikan kelompok yang atas,” katanya.
Apa implikasinya terhadap bisnis penggilingan dan petani?
Menurut data pemerintah, terdapat lebih dari 169.000 penggilingan padi di Indonesia. Namun, lebih dari 90% adalah usaha penggilingan kecil. Usaha penggilingan skala kecil ini disebut tidak akan mampu memenuhi permintaan standar beras di tengah mutu medium dan premium.
“Jika maksimal butir patah 12,5%-15% dan butir menir 1% (ini nilai tengah kelas mutu medium dan premium), penggilingan padi kecil dikhawatirkan tidak mampu memenuhi kualifikasi mutu ini,” kata Khudori.
Konsekuensinya, akan semakin banyak penggilingan skala kecil yang menganggur dan tak banyak orang dilibatkan dalam usaha ini.
Sumber gambar, ANTARA FOTO/Ampelsa
Tarsono, petani padi di Indramayu, Jawa Barat, mengatakan kebijakan ini “masih sulit dibayangkan petani”. Persoalannya, selama ini petani tak bisa diatur-atur dalam menentukan kelas mutu dan varietas padi tertentu.
“Sulit membayangkan untuk menggiring petani-petani supaya tanam varietas yang dinginkan pemerintah,” katanya. “Jadwal tanam saja, sudah ditentukan (pemerintah), kadang-kadang mundur.”
Apakah beras umum jadi solusi harga beras tinggi dan peredaran oplosan?
Menurut Said Abdullah, penghapusan beras premium dan medium bisa jadi solusi mengurangi praktik kecurangan. “Tapi pelaksanaannya tetap perlu dibarengi pengawasan,” katanya.
Ia percaya hukum pasar berlaku: harga beras naik karena tingginya permintaan dan kurangnya pasokan.
“Tidak berkorelasi menurut saya dengan kenaikan harga yang tinggi,” ujarnya.
Namun, menurut Ayip—sapaan Said Abdullah—persoalan utamanya Bulog banyak menyerap beras tapi hanya tersimpan dan tidak dikeluarkan. “Beras di pasar berkurang,” katanya.
Dalam satu pernyataan, Menteri Pertanian Amran mengatakan stok beras di gudang Bulog per 1 Juli 2025 mencapai 4,2 juta ton. Jumlah itu diklaim yang tertinggi sejak berdirinya Bulog pada 1969.
Sumber gambar, ANTARA FOTO/Auliya Rahman
SPHP diguyur sebanyak 1,3 juta ton sampak akhir tahun, dan bantuan pangan akan digelontorkan sebanyak 360.000 ton.
“Baru dikeluarkan terakhir. Itu yang menurut saya agak aneh juga,” kata Ayip.