TNI diduga tembak warga di Asmat, Papua hingga tewas


Massa berdiri di depan pos Satgas 123/Rajawali yang terbakar pada Sabtu (28/09) siang.

Sumber gambar, Elgo

Keterangan gambar, Massa berdiri di depan pos Satgas 123/Rajawali yang terbakar pada Sabtu (28/09) siang.

Kematian Erenius Yirani Bawa Taipot yang diduga ditembak anggota Satgas Yonif 123/Rajawali menyulut amarah massa di Agats, Kabupaten Asmat, Papua Selatan.

Tangis keluarga korban seketika pecah begitu melihat tubuh pemuda 21 tahun itu terkapar di pinggir jalan. Tak beberapa lama, massa berdatangan dan memicu aksi pembakaran pos satgas, hingga penjarahan sejumlah toko.

Pihak keluarga Erenius pun menuntut sejumlah hal, satu di antaranya “memulangkan” pasukan tentara non-organik di Asmat. Bagaimana kronologi kejadian versi keluarga?

Isak tangis, doa, dan seruan-seruan khas adat Papua memekik kencang dari dalam kompleks Dolog, Agats, pada Minggu (28/09) lalu.

Ratusan orang datang untuk mengiringi prosesi pemakaman Erenius Yirani Bawa Taipot, pemuda 21 tahun. Dia meninggal karena diduga ditembak anggota TNI dari Satgas Yonif 123/Rajawali, sehari sebelumnya.

Upacara penguburan berlangsung penuh khidmat, namun pihak keluarga menyimpan rasa sakit hati yang mendalam.

Dalam upacara adat di sebuah rumah beratap daun dan beralas kayu, Paulus Fatok yang mewakili keluarga Erenius, menyampaikan sejumlah tuntutan.

Pertama, mereka menuntut adanya “uang tebus darah” sebesar Rp10 miliar sebagai bentuk pertanggung jawaban atas kematian korban.

Kedua, anggota keluarga korban yang ingin masuk TNI atau Polri harus diprioritaskan.

Ketiga, keluarga meminta agar aparat keamanan menegakkan hukum terhadap warga yang dipengaruhi alkohol tanpa menggunakan kekerasan, apalagi tembakan.

Terakhir, mereka menuntut agar keberadaan Satgas TNI di Kabupaten Asmat segera dihentikan—yang disertai penegasan bahwa Asmat dikenal sebagai tanah damai dan tetap setiap kepada NKRI.

“Terima kasih kami sampaikan kepada pemerintah daerah dan aparat penegak hukum yang hadir mendampingi keluarga dalam duka ini,” ucap Paulus Fatok yang dalam posisi berdiri menghadap jajaran pemerintah daerah Asmat.

Dalam upacara adat di sebuah rumah beratap daun dan beralas kayu, Paulus Fatok yang mewakili keluarga Erenius, menyampaikan sejumlah tuntutan.

Sumber gambar, BBC Indonesia

Keterangan gambar, Dalam upacara adat di sebuah rumah beratap daun dan beralas kayu, Paulus Fatok yang mewakili keluarga Erenius, menyampaikan sejumlah tuntutan.

Pastor Vesto Fransiskus Labi Maing dari Gereja Paroki Roh Kudus Bayun Keuskupan Agats, Asmat, ikut menghadiri proses pemakaman jemaatnya tersebut.

Meskipun tak mengenal dekat Erenius, tapi ia sangat menyayangkan kematiannya yang tragis.

“Paling tidak kehadiran kami, masih didengar oleh masyarakat di sini. Makanya tadi Anda telepon saya, kami sedang di tempat pemakaman,” katanya sedikit terbata-bata.

Menurut penuturan keluarga korban kepadanya dan informasi yang dihimpun BBC News Indonesia, Erenius diduga dalam kondisi terpengaruh minuman alkohol pada Sabtu (28/09) pagi.

Pemuda berbadan tegap ini terlihat berada di jalan sebuah gang di dalam kompleks Dolog. Ia sesekali meracau, jalan sempoyongan, dan bertingkah tak seperti biasanya.

Pengakuan beberapa tetangga yang melihatnya mengatakan Erenius tampak membawa benda tajam sejenis parang.

Seorang kerabatnya lantas mendatangi Erenius, dan merebut benda tajam itu dari genggamannya. Saat kerabatnya sedang jalan pulang, tiba-tiba Erenius mengejar dan menarik kembali benda tajam tersebut hingga tangannya terluka.

Karena tingkah lakunya disebut semakin tidak terkontrol, diduga ada orang yang melapor ke pos Satgas TNI—yang jaraknya kira-kira tak sampai 1 kilometer dari kompleks Dolog.

Tak berapa lama tiga prajurit TNI berseragam lengkap dan menenteng senjata tiba di gang tempat Erenius berada. Keduanya dalam posisi berhadap-hadapan.

Sejumlah orang mendengar tentara itu mencoba meredam amuk Erenius. Namun, gagal. Anggota Satgas kemudian meminta warga sekitar masuk ke dalam rumah masing-masing.

Ayah Erenius (duduk sambil mengulurkan tangan) dan Bupati Asmat Thomas Eppe Safanpo.

Sumber gambar, BBC Indonesia

Keterangan gambar, Ayah Erenius (duduk) tampak menangis dan memegang tangan Bupati Asmat Thomas Eppe Safanpo.

Sampai pada satu titik, terdengar suara tembakan lebih dari satu kali.

Tubuh Erenius pun ambruk.

Mendengar bunyi letusan, warga berhamburan keluar rumah, dan menyaksikan Erenius sudah tergeletak bersimbah darah di jalan. Sementara ketiga anggota TNI itu sudah tak nampak di lokasi kejadian.

Keluarga serta kerabat Erenius yang menghampiri jasadnya menangis sembari menjerit sejadi-jadinya.

“Setelah saya melihat foto [jasad Erenius] rupanya ada ditembak dari mulut depan tembus ke belakang. Tapi sekali lagi, kita harus menunggu hasil visum dari rumah sakit supaya lebih akurat,” ucap Pastor Vesto.

“Di salah satu tangannya juga ada luka bolong, tapi saya tidak tahu karena apa.”

Pembakaran pos TNI

Dari situlah situasi mulai memanas.

Sejumlah warga kampung yang mayoritas kerabat Erenius keluar kompleks dengan berjalan kaki menuju pos Satgas untuk menagih pertanggungjawaban atas kematian mendiang.

Pastor Vesto berkata, ia bersama seorang koleganya buru-buru ke lokasi kejadian untuk membendung aksi warga.

Tapi, karena jumlah massa terlalu banyak, upaya itu kandas.

“Maksud kami supaya jangan mereka keluar kompleks, karena khawatir akan banyak orang yang menyusup masuk. Tetapi kami sudah berusaha, cuma tidak bisa [mencegah],” tutur Pastor Vesto.

“Massa terlalu banyak, ribuan mungkin. Mulai dari orang dewasa, remaja, anak… semua ke situ [pos Satgas],” sambungnya.

Massa berdiri di depan pos Satgas 123/Rajawali yang terbakar. Mereka menagih pertanggungjawaban TNI atas kematian Erenius.

Sumber gambar, Elgo

Keterangan gambar, Massa berdiri di depan pos Satgas 123/Rajawali yang terbakar. Mereka menagih pertanggungjawaban TNI atas kematian Erenius.

Jelang siang atau sekitar pukul 11.00 WIT, massa sudah berada persis di depan pos Satgas.

Entah bagaimana, kepulan asap keluar di antara bangunan pos Satgas TNI dan jejeran rumah yang mereka tinggali.

Api lantas menyebar cepat hingga terdengar bunyi dentuman disusul getaran kuat.

Pastor Vesto yang tiba belakangan di pos, gara-gara terhalang massa, bahkan bilang getaran itu sangat terasa.

“Saya tidak tahu suara letusan itu apa, apakah tembakan, saya tidak tahu. Tetapi kemudian ada keterangan dari warga, bahwa itu bukan tembakan, namun amunisi yang ada di gudang yang terbakar,” imbuhnya.

“Dan dari jarak cukup jauh, terasa getaran kuat.”

Pos Satgas yang dicat hijau beserta jejeran rumah dari kayu yang ditempati prajurit TNI hangus terbakar. Rata dengan tanah.

Penjarahan toko

Keberadaan massa yang sulit dikendalikan berubah liar. Mereka keluar kompleks Dolog dan mulai menjarah beberapa toko di kota Agats.

Salah satu pemilik toko yang merasakan dampak langsung aksi penjarahan itu adalah Abdul Rahman. Ia punya toko Faeyza Cell yang menjajakan aksesori dan perlengkapan ponsel di Jalan Dolog, Agats.

Siang itu, Abdul Rahman sempat membuka tokonya seperti biasa.

Sejumlah bangunan di pos Satgas 123/Rajawali milik TNI habis terbakar.

Sumber gambar, Elgo

Keterangan gambar, Sejumlah bangunan di pos Satgas 123/Rajawali milik TNI habis terbakar.

Namun, dia memutuskan menutup gerainya dan pulang lantaran harus menjaga sang anak.

“Awalnya saya pikir biasa saja,” ucapnya. Tetapi, situasi berubah drastis setelah terdengar kabar pos Satgas TNI terbakar dan massa mulai memenuhi jalan.

Di tengah kepanikan, kabar soal aksi penjarahan menyebar, imbuhnya.

Abdul Rahman bilang hanya bisa pasrah. Ia sadar pintu tokonya tidak kokoh, sehingga mudah dibobol.

Dari ponsel pribadinya, dia segera memantau kondisi di dalam gerai melalui CCTV. Benar saja, beberapa orang masuk dan mengambil barang-barang jualan.

“Toko Faeyza Cell ini memang tidak menyimpan barang berharga. Tapi kalau toko saya yang lain, itu jauh lebih riskan,” akunya. Saat kejadian penjarahan, tiga karyawannya berusaha mempertahankan toko yang digedor massa.

Di kiosnya, barang-barang yang lenyap di antaranya genset, speaker, beberapa charger handphone, kartu perdana, lampu, dan berbagai aksesori handphone. Total kerugian ditaksir mencapai Rp15 juta.

Perasaan takut masih menghantuinya, usai kejadian itu. Ia baru berani membuka toko setelah ada pernyataan resmi dari bupati soal penambahan pasukan Brimob di Agats, serta kabar bahwa korban penembakan sudah dimakamkan.

Meski begitu, trauma masih membekas.

“Sampai sekarang, kalau ada keributan sedikit saja, saya langsung tutup toko. Tidak seperti sebelumnya,” tutur Abdul Rahman.

Ia berharap masyarakat Asmat kembali seperti dulu, ramah kepada pendatang dan tidak mudah melampiaskan amarah ke pihak yang tak bersalah.

“Orang Asmat itu kalau ada masalah hanya fokus ke pelaku. Tidak merembet ke orang lain,” tukasnya.

Api menyebar cepat hingga terdengar bunyi dentuman disusul getaran kuat. Pastor Vesto yang tiba belakangan di pos, gara-gara terhalang massa, bahkan bilang getaran itu sangat terasa.

Sumber gambar, Elgo

Keterangan gambar, Api menyebar cepat hingga terdengar bunyi dentuman disusul getaran kuat. Pastor Vesto yang tiba belakangan di pos, gara-gara terhalang massa, bahkan bilang getaran itu sangat terasa.

Seorang pemilik kios di depan pos Satgas 123/Rajawali, Sarafia Sam, juga kena jarah.

Pagi itu, ia sedang berada di pedalaman Asmat untuk tugas kedinasan. Jadilah yang menjaga toko sekaligus rumahnya sang adik laki-laki.

Tapi, begitu api membara di pos Satgas, adiknya yang ketakutan terpaksa kabur dari rumah demi menyelamatkan diri.

Setelah situasi sedikit mereda dan Sarafia pulang ke rumah. Ia terkejut melihat seisi toko porak-poranda habis dijarah.

Dua unit handphone, dua laptop, perabot rumah tangga, serta seluruh barang-barang dagangan di kisinya raib. Kerugian diperkirakan mencapai Rp70 juta.

“Semua perabot habis, kios kosong, tak ada yang tersisa,” katanya lemas.

Agats seperti kota mati

Pastor Vesto bercerita pascapenjarahan—atau sejak Sabtu malam hingga Minggu pagi—Agats seperti kota mati. Sunyi. Tak ada orang di jalanan.

“Saya jam 02.00 WIT subuh masih keliling, tapi tidak ada orang lewat. Saya sendiri jadi takut, karena tidak ketemu siapa-siapa… bulu roma sampai berdiri… sepi sekali tidak ada manusia di jalan,” ujarnya.

“Dan saya baru kali ini merasakan, saya di sini baru sekitar 27 tahun, tapi baru merasakan kejadian yang cukup mencekam di tanah ini.”

“Sekarang [Minggu siang] baru terdengar motor lewat, warung-warung buka. Tadi saya baru pulang beli rokok. Belum semua memang, tapi banyak yang sudah buka,” tambahnya.

Suasana Distrik Agats, Kabupaten Asmat, Papua, Jumat (25/3/2022).

Sumber gambar, KOMPAS.com/RAHEL NARDA

Keterangan gambar, Suasana Distrik Agats, Kabupaten Asmat, Papua, Jumat (25/3/2022).

Usai pemakaman Erenius, keluarga dan warga Agats, katanya, menuntut supaya prajurit TNI ditarik dari Asmat. Mereka menilai keberadaan TNI di Kabupaten Asmat tidak ada urgensinya lantaran di wilayah ini sangat aman dan damai.

Di Asmat, klaimnya, juga bukan daerah konflik sehingga dirasa tak memerlukan kehadiran tentara.

“Pertanyaan saya, kalau Satgas itu bukankah harus ada di daerah-daerah konflik atau bertugas di perbatasan? Itu yang saya tidak mengerti,” tanyanya.

Untuk urusan pengamanan, menurutnya, cukup dilakukan oleh polisi. Sepanjang ingatannya, Satgas Yonif 123/Rajawali di Asmat sudah ada sejak pertengahan 2025.

Dari penuturan warga kepadanya, mereka mengaku kurang nyaman dengan kehadiran tentara berpakaian lengkap sambil menenteng senjata berpatroli di jalanan.

Hal itu, sebutnya, bikin warga panik dan takut.

“Kadang membuat warga tidak nyaman untuk ada [tentara] di sini atau aktivitas hari-hari. Makanya pantas kalau misalnya mereka menyuruh [tentara] keluar dari sini,” tukas Pastor Vesto.

“Saya pikir itu ungkapan isi hati mereka yang mungkin sudah sekian lama terpendam, sehingga mereka meluapkan itu.”

“Mereka katakan harus kembalikan [anggota TNI], pulangkan, tidak perlu ada Satgas di sini. Karena tanah ini tanah damai, tanah yang bersahabat. Dari dulu sampai sekarang tidak ada kerusuhan.”

TNI: ‘Anggota keluarkan tembakan peringatan’

Kepala Penerangan Komando Daerah Militer (Kapendam) XVII/Cendrawasih, Kolonel Infanteri Candra Kurniawan, membenarkan kejadian itu.

Dia bilang, peristiwa yang mengakibatkan satu warga meninggal karena luka tembak terjadi sekira pukul 07.45 WIT.

“Kejadian ini berawal saat prajurit TNI dari Satgas 123/Rajawali berupaya menenangkan warga setempat yang mabuk,” katanya seperti dilansir Tempo, pada Minggu (28/09).

Ia menambahkan, anggota Satgas itu menilai orang tersebut membahayakan masyarakat, bahkan klaimnya menyebabkan dua warga lainnya terluka.

Kepala Penerangan Komando Daerah Militer (Kapendam) XVII/Cendrawasih Kolonel Infanteri Candra Kurniawan mengatakan anggotanya disebut terpaksa mengeluarkan tembakan peringatan, namun mengakibatkan satu orang meninggal.

Sumber gambar, ANTARA FOTO

Keterangan gambar, Ilustrasi. Kepala Penerangan Komando Daerah Militer (Kapendam) XVII/Cendrawasih Kolonel Infanteri Candra Kurniawan mengatakan anggotanya disebut terpaksa mengeluarkan tembakan peringatan, namun mengakibatkan satu orang meninggal.

Kemudian anggotanya disebut terpaksa mengeluarkan tembakan peringatan, namun mengakibatkan satu orang meninggal.

Candra menjelaskan, TNI masih menelusuri kronologi sebenarnya dari kejadian tersebut. TNI, klaimnya, bakal menyelidiki dan memeriksa serta memproses secara hukum.

Terkait pelaku penembakan, ia bilang belum mendapatkan laporan.

Adapun Asintel Kasdam XXIV/MT Kolonel Arm Suyikno berjanji TNI bakal mengusut kasus tersebut secara transparan dan memastikan pelaku akan dihukum seberat-beratnya. Proses hukum pun bakal dikejar hingga tuntas.

Soal penempatan Satgas TNI di Agats, Suyikno bilang mekanisme penugasan prajurit merupakan kewenangan Mabes TNI. Namun demikian, ia menegaskan pihaknya akan melakukan evaluasi menyeluruh.

“Penempatan Satgas di Agats akan kami evaluasi, karena prosedur penempatan Satgas itu langsung dari Mabes TNI,” jelasnya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Papua, Cahyo Sukarnito, menyebut sebanyak 16 unit usaha yang terdiri dari sembilan toko jualan handphone, tiga toko bahan makanan, satu kios baju, satu toko roti, dua rumah makan dijarah dan dirusak.

Sejumlah fasilitas pemerintah daerah juga rusak, di antaranya Kantor Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, KPU, Kesbangpol, dan Puskesmas Agats.

Ada pula sejumlah kendaraan seperti motor dan mobil hilang dan ringsek.

Lebih dari itu, Cahyo berkata selain satu korban meninggal, terdapat dua warga sipil lainnya ikut terluka yakni Gerfas Yaha dan Erik Amiyaram.

‘Menangani orang mabuk kenapa harus pakai senjata?’

Bupati Asmat ,Thomas Eppe Safanpo, yang hadir dalam proses penguburan Erenius, mengatakan permohonan maaf karena saat kejadian dia sedang kunjungan kerja di Soator dan Siret.

Ia berkata penembakan terhadap warganya merupakan tindakan yang sangat disesalkan dan tak dapat dibenarkan. Menurutnya, TNI memiliki tugas utama di ranah pertahanan, sementara penegakkan hukum sepenuhnya berada di kepolisian.

“Luka fisik dan luka batin akibat peristiwa ini sangat dalam dirasakan masyarakat,” katanya dengan dana penuh keprihatinan.

Dia juga melontarkan kritik atas kehadiran Satgas TNI di Distrik Agats, yang disebutnya kerap bertindak berlebihan. Karenanya, ia berharap Satgas tidak lagi ditempatkan di Kabupaten Asmat.

Adapun pelaku yang berasal dari militer, harus diproses hukum. Ia berjanji bakal melaporkan kejadian tersebut ke Kementerian HAM sebagai dugaan pelanggaran HAM berat.

“Tanah Papua tidak pernah kering dari air mata dan darah. Biarlah kasus almarhum Erenius menjadi yang terakhir akibat tindakan aparat,” katanya.

Terpisah, Wakil Ketua DPR Kabupaten Asmat, Silfester Siforo, juga menegaskan Kabupaten Asmat sejatinya adalah tanah damai dan harus tetap dikenal sebagai zona aman di Papua Selatan.

Menurutnya, kericuhan yang terjadi belakangan harus jadi evaluasi bersama, termasuk soal kehadiran Satgas TNI di Agats—yang mestinya difokuskan pada wilayah perbatasan rawan konflik.

Silfester juga menyinggung penggunaan senjata ketika menangani kasus-kasus kecil yang dipicu minuman beralkohol.

“Kalau menangani orang mabuk, kenapa harus [pakai] senjata? Peristiwa ini terkesan mengambil alih tugas dan kewenangan institusi lain,” tegasnya.

Terakhir, Wakil Gubernur Papua Selatan, Paskalis Imadawa, menegaskan pentingnya menjaga perdamaian sebagai nilai-nilai yang diwariskan oleh para leluhur.

Menurutnya, damai bukan sekadar situasi hari ini, melainkan sebuah warisan yang harus terus dipelihara untuk generasi mendatang.

Wartawan Ikbal dan Petter Letsoin di Papua berkontribusi untuk laporan ini.



listgameindo.site

Left Ad Left Ad Left Ad Left Ad Left Ad Left Ad Left Ad Left Ad Left Ad Left Ad Left Ad Left Ad
Right Ad Right Ad Right Ad Right Ad Right Ad Right Ad Right Ad Right Ad Right Ad Right Ad Right Ad Right Ad