Sumber gambar, ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto divonis 3,5 tahun penjara dalam kasus suap terkait perkara dugaan korupsi Harun Masiku. Di sisi lain, majelis hakim menyatakan Hasto tidak terbukti merintangi penyidikan terkait kasus Harun Masiku sebagaimana dakwaan jaksa KPK.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman 3,5 tahun penjara dan denda Rp250 juta kepada Hasto Kristiyanto usai terbukti terlibat dalam penyuapan mantan Komisioner KPU.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa (Hasto) dengan pidana penjara selama tiga tahun dan enam bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto, pada Jumat (25/07).
Hasto sebelumnya menuding ada tekanan dan kepentingan politik pada kasus hukum yang menjeratnya, tapi majelis hakim membantah hal tersebut di pengujung pembacaan putusan.
Hakim berpendapat putusan dibuat berdasarkan fakta, bukti, dan keterangan saksi serta ahli yang ada di persidangan.
Vonis ini lebih rendah ketimbang tuntutan jaksa yang meminta Hasto dihukum tujuh tahun penjara dan denda Rp600 juta.
Putusan lebih ringan ini disebabkan karena hakim menilai dakwaan pertama perihal perintangan penyidikan korupsi terhadap Harun Masiku—sejawat Hasto di PDIP, tidak terbukti di persidangan.
Baik Hasto maupun jaksa belum memastikan apakah akan mengajukan banding atau tidak.
Tidak terbukti merintangi penyidikan
Dalam pertimbangan, hakim berpendapat Hasto tidak terbukti merintangi penyidikan kasus Harun Masiku yang kini masih buron karena sejatinya kasus itu masih terus ditangani KPK.
“KPK tetap dapat melanjutkan penyidikan terhadap Harun Masiku yang dibuktikan dengan diterbitkannya surat perintah penyidikan tertanggal 9 Januari 2020,” kata majelis hakim.
Fakta persidangan, terang hakim, juga menunjukkan bahwa Hasto tidak berupaya merintangi pengungkapan kasus.
Jaksa mengatakan, perintangan penyidikan yang dilakukan Hasto, antara lain, menginstruksikan Harun untuk merendam ponsel pintar yang digunakan untuk berkomunikasi pada 8 Januari 2020.
Sumber gambar, ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
Namun, hakim menyatakan bahwa ponsel itu masih ada dan tetap dapat disita KPK dua hari setelahnya.
Insiden itu, terang hakim, juga terjadi sebelum KPK menetapkan Harun sebagai tersangka pada 9 Januari 2020.
KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka pada Desember 2024 usai dituduh menyediakan uang suap pada proses penggantian antarwaktu anggota DPR dari PDIP, Harun Masiku, serta membantu Harun melarikan diri saat kasus itu terendus aparat hukum.
Harun adalah kader PDIP yang ikut kontestasi pemilihan anggota DPR pada Pemilu 2019 di Sumatera Selatan, tapi gagal lolos setelah kalah dari Nazarudin Kiemas.
Seiring perjalanan wakti, Nazarudin meninggal dunia dan sesuai regulasi seharusnya digantikan oleh Riezky Aprilia yang mendapatkan suara terbanyak di daerah pemilihan tersebut.
Sumber gambar, ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
Namun, alih-alih mengesahkan Riezky, Hasto justru menahan surat undangan pelantikan dan memintanya mundur untuk melapangkan jalan Harun menjadi anggota DPR.
Guna melapangkan jalan sejawatnya itu, Hasto kemudian dituduh menyuap Wahyu Setiawan yang kala itu menjabat Komisioner KPU serta eks Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina.
Agustiani dan Wahyu belakangan juga ditetapkan sebagai tersangka penerima suap, bersama kader PDIP lain bernama Donny Tri Istiqomah yang berperan menyerahkan uang suap.
Meski terbukti di persidangan, Hasto lagi-lagi membantah terlibat penyuapan terhadap pejabat KPU dan Bawaslu.
“Saya korban komunikasi anak buah. Sudah dibilang seluruh dana berasal dari Harun Masiku,” kata Hasto seusai persidangan.
Jaksa tuntut Hasto tujuh tahun penjara
Sebelumnya, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut hukuman tujuh tahun penjara terhadap Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, atas dugaan perintangan penyidikan dalam kasus dugaan korupsi Harun Masiku.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama tujuh tahun dan denda sebesar Rp600 juta subsider pidana kurungan pengganti selama enam bulan,” kata Jaksa KPK, Wawan Yunarwanto, sebagaimana dikutip kantor berita Antara, saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (03/07).
Jaksa KPK meyakini Hasto telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana mencegah atau merintangi secara langsung atau tidak langsung penyidikan dan terbukti secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi.
Sumber gambar, ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka dalam rentang waktu 2019–2024.
Sekjen DPP PDI Perjuangan itu diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh KPK terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017—2022 Wahyu Setiawan.
Tidak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
Sumber gambar, ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah S$57.350 atau setara Rp600 juta kepada Wahyu dalam rentang waktu 2019—2020.
Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pengganti antarwaktu (PAW) calon anggota legislatif terpilih dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Nama-nama lain juga disebut JPU sebagai “pihak-pihak yang membantu mengurus PAW Harun Masiku.
Salah-satunya, menurut KPK, adalah eks anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina.
Menurut KPK, peran Agustiani merupakan perantara sekaligus penerima uang dari Harun Masiku.
Pada pekan ketiga Agustus 2020, Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat menyatakan Agustiani terbukti bersalah dalam kasus suap tersebut.
Apa yang disampaikan JPU sejak awal dibantah oleh Hasto dan tim pengacaranya.
Sumber gambar, ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/Kompas.com
Pada pekan ketiga Desember 2024 lalu, KPK telah menetapkan Hasto sebagai tersangka kasus dugaan suap dan perintangan terkait kasus Harun Masiku.
Hasto adalah tersangka keenam dalam kasus dugaan suap tersebut.
Selain Harun dan Hasto, empat nama lainnya adalah Wahyu Setiawan, Donny Tri Istiqomah, Agustiani Tio Fridelina, serta Saeful Bahri.
Wahyu, Agustiani, dan Saeful telah dijatuhi vonis penjara dan sekarang sudah menjalani masa hukumannya.
Sumber gambar, Ari Saputra/detikcom
Sumber gambar, Instagram/@donnytriistiqomah/Tempo
Sumber gambar, ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Hasto, melalui tim kuasa hukumnya, berulangkali menuding bahwa status tersangka yang ditimpakan kepadanya sebagai ‘politisasi hukum’.
Mereka lantas mengajukan dua kali upaya praperadilan, tetapi semuanya ditolak pengadilan.
Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jaksa KPK: Hasto meminta agar telepon genggam ‘direndam’ ke air
Dalam bagian lain dakwaannya, JPU KPK mengatakan bahwa Hasto memerintahkan eks caleg PDI-P Harun Masiku, melalui anak buahnya Nur Hasan, agar merendam telepon genggamnya.
Menurut jaksa, itu dilakukan agar posisi Harun Masiku tidak terlacak tim KPK.
“Menyuruh Harun Masiku melalui Nurhasan untuk merendam telepon genggam,” kata jaksa di ruangan sidang.
Ini terjadi setelah KPK menangkap tangan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) (2017-2022) Wahyu Setiawan.
“Hasto juga memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK,” kata JPU dalam dakwaannya.
Masih menurut JPU, perintah Hasto agar mereka merendam telepon genggamnya terjadi ketika petugas KPK menerima informasi perihal komunikasi antara anggota KPU Wahyu dengan mantan narapidana kasus suap PAW Harun Masiku, Agustiani Tio Fridelina, yang menyampaikan adanya penerimaan uang.
Hasto Kristiyanto: ‘Saya dikriminalisasi, ada kepentingan kekuasaan’
Setelah pembacaan dakwaan berakhir, Hasto Kristiyanto mengatakan dia akan mengikuti seluruh proses hukum.
“Semuanya demi untuk membangun suatu negara hukum,” ujar Hasto di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (14/03).
Menanggapi isi dakwaan, Hasto mengaku dirinya semakin meyakini bahwa kasus yang menyeretnya sebagai terdakwa merupakan kriminalisasi hukum.
“Proses hukum yang sedang saya jalani adalah bentuk kriminalisasi yang dimotivasi oleh kepentingan kekuasaan di luar sana. Saya merasa diri saya adalah tahanan politik,” tegas Hasto.
Sumber gambar, ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Hasto mengharapkan agar persidangan ini dapat berlangsung secara independen dan adil.
Sebelumnya, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati, dalam pidato ulang tahun partainya, melontarkan tuduhan kepada KPK terkait kasus Hasto.
“Masa (KPK) enggak ada kerjaan lain, yang dituding, yang diubrek-ubrek hanya Hasto saja,” kata Mega.
“Sebenarnya banyak yang malah sudah tersangka, tapi meneng wae [diam saja].
“Saya buka koran, mungkin ada tambahan [tersangka], tapi enggak ada,” kata Mega.
Bagi KPK, penetapan status tersangka Hasto dilatari aspek hukum semata.
Sidang akan dilanjutkan pada Jumat, 21 Maret 2025, untuk mendengarkan tanggapan Hasto dan kuasa hukumnya atas dakwaan JPU.